Selasa, 29 Januari 2013

tugas analisis kerajaan hindu-budha (mata kuliah perkembangan masyarakat indonesia)


1.      Analisis tokoh Balaputradewa yang dihubungkan dengan kerajaan Mataram dan Sriwijaya
Balaputradewa merupakan cucu dari seorang raja dari Mataram kuno, Raja Dharanindra (berdasarkan prasasti  Kelurak). Ada pendapat yang menyebutkan bahwa Balaputradewa mewarisi tahta kerajaan Sriwijaya dari kakeknya dari pihak ibu (Sri Dharmasetu), pendapat lain mengatakan bahwa Balaputradewa menjadi raja di kerajaan Sriwijaya dikarenakan kekuasaan wangsa Syailendra yang sudah mencakup wilayah Sumatera yang didasarkan atas prasasti Kelurak. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya prasasti Ligor yang menyatakan bahwa kerajaan Sriwijaya dikuasai wangsa Syailendra sejak zaman Maharaja Wisnu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Samaragrawira (ayah dari Balaputradewa) menyerahkan kekuasaan di Sriwijaya (Sumatera) kepada Balaputradewa, sedangkan Samaratungga (suami dari Pramodawardhani) di tempatkan di Jawa.
2.      Analisis perbedaan sisilah wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra
Perbedaan silsilah dalam wangsa Sanjaya dan Syailendra di sebabkan adanya perbedaan sudut pandang. Misalnya, teori dari Bosch yang berpegang pada prasasti Mantyasih lebih menekankan pada raja-raja yang berkuasa, terutama di kerajaan Medang. Sedangkan teori Slamet Muljana yang mengemukakan pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang tertulis dalam prasasti Kelurak, Nalanda dan Kayumwungan yang justru tidak menyebutkan adanya nama wangsa Sanjaya, sehingga beliau menyimpulkan bahwa Rakai Panangkaran, rakai Panunggalan, Rakai Warak dan Rakai Garung berasal dari wangsa Syailendra, sedangkan sisanya wangsa Sanjaya. Kecuali rakai kayuwangi yang berdarah campuran.
Namun, terdapat perbedaan yang mencolok diantara kedua wangsa/dinasti ini yaitu masalah agama yang dianut, wangsa sanjaya menganut agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjaradari di daerah India. Sementara wangsa syailendra raja-rajanya adalah penganut dan pelindung agama Buddha Mahayana.

3.      Hubungkan prasasti Ligor A dan Ligor B
Prasasti Ligor merupakan prasasti yang di temukan di daerah India bagian timur dengan berangka tahun 775 M berupa sebongkah batu bertulis di kedua sisinya. Sisi pertama disebut Ligor A yang memuat keterangan raja Sriwijaya dan pujian terhadap raja Sriwijaya. Sedangkan sisi kedua disebut Ligor B yang memuat keterangan mengenai seorang  raja bernama Wisnu yang bergelat Sarwarimadawimathana. Dari prasasti ini dapat disimpulkan bahwa daerah Ligor merupakan salah satu daerah kekuasaan Sriwijaya.
4.      Analisis tokoh Sanjaya dalam prasasti Canggal dengan Kitab Carita Parahyangan
Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir memberikan gambaran yang cukup jelas tentang kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis dengan huruf Palawa yang menggunakan bahasa Sansekerta. Prasasti Canggal mengisahkan bahwa, sebelum Sanjaya bertakhta sudah ada raja lain bernama Sanna yang memerintah Pulau Jawa dengan adil dan bijaksana. Sepeninggal Sanna keadaan menjadi kacau. Sanjaya putra Sannaha (saudara perempuan Sanna) kemudian tampil sebagai raja. Pulau Jawa pun tentram kembali. Prasasti Canggal ternyata tidak menyebutkan nama kerajaan yang dipimpin Sanna dan Sanjaya. Sementara itu prasasti Mantyasih menyebut Sanjaya sebagai raja pertama Kerajaan Medang, sedangkan nama Sanna sama sekali tidak disebut. Mungkin Sanna memang bukan raja Medang. Dengan kata lain, Sanjaya mewarisi takhta Sanna namun mendirikan sebuah kerajaan baru yang berbeda.
Naskah Carita Parahyangan Ditulis Sekitar Abad Ke-16, Jadi Berselang Ratusan Tahun Sejak Kematian Sanjaya. Dikisahkan, Nama Asli Sanjaya Adalah Rakeyan Jambri, Sedangkan Sanna Disebut Dengan Nama Bratasenawa, Atau Disingkat Sena. Sena Adalah Raja Kerajaan Galuh Yang Berhasil Dikalahkan Oleh Saudara Tirinya, Bernama Purbasora. Putra Sena, Yaitu Rahyang Sanjaya Alias Rakeyan Jambri Telah Menjadi Menantu Tarusbawa Raja Kerajaan Sunda.
Dapat disimpulkan bahwa tokoh Sanjaya yang tertera pada prasasti Canggal dan Kitab carita Parahyangan merupakan orang yang sama. Prasasti Canggal merupakn bukti sezaman dan setempat, sedangkan Kitab Carita Parahyangan merupakan bukti sejarah yang setempat tak sezaman dengan tokoh Sanjaya sendiri.
5.      Hubungkan antara prasasti Kelurak dengan Ligor B
Untuk menjelaskan hubungan antara prasasti Kelurak dengan Ligor B, Kami ambil dari pendapat Slamet Muljana yang menyatakan bahwa prasasti Ligor B di keluarkan oleh Maharaja Wisnu setelah Sriwijaya di kuasai oleh Syailendra. Wisnu dan Dharanindra (raja dari wangsa Syailendra) masing-masing dijuluki Sarwarimasawimathana dalam prasasti Ligor B dan Vairivadawimathana dalam prasasti Kelurak yang sama-sama bermakna  “pembunuh musuh-musuh perwira”. Selain itu, nama Wisnu dan Dharanindra memiliki arti yang sama, yaitu “pelindung Dunia”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Wisnu dan Dharanindra adalah orang yang sama. Hubungan dari kedua prasasti ini adalah sama-sama merupakan prasasti yang memuat tentang keterangan dari raja kerajaan Sriwijaya.
6.      Analisis hubungan Pramodawardhani dan Balaputradewa
Menganai hubungan antar Pramodawardhani dan Balaputradewa, terdapat dua pandangan. Pandangan pertama  yang dikemukakan oleh De Casparis menyebutkan bahwa Pramodawardhani adalah saudara kandung dari Balputradewa. Teori ini dibantah oleh Slamet Muljana karena menurut prasasti Kayumwungan, Samaratungga hanya memiliki seorang anak perempuan bernama Pramodawardhani. Menurutnya, Balaputradewa lebih tepat disebut sebagai adik Samaratungga. Dengan kata lain, Samaratungga adalah putra sulung Samaragrawira, sedangkan Balaputradewa adalah putra bungsunya.  Berdasarkan analisis prasasti Ligorpun menyebutkan bahwa Balaputradewa merupakan adik dari Samaratungga.
7.      Hubungan antara prasasti Kedu dan Wanua Tengah
Pada dasarnya prasasti kedu (mantyasih) memiliki isi yang hampir sama, yaitu menuliskan tentang daftar raja yang berkuasa pada masa kerajaan mataram kuno, hanya saja prasasti wanua tengah dianggap melengkapi isi dari isi prasasti kedu,dimana dalam prasasti wanua tengah terdapat 12 nama raja mataram kuno, sementara prasasti kedu (mantyasih) hanya terdapat 9 nama raja saja
8.      Hubungan antar Airlangga dengan Raja-raja Bali
Airlangga  atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Nama Airlangga berarti "Air yang melompat". Ia lahir tahun 990. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya.
Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota Kerajaan Medang (sekarang sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur). Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram (sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora)[1], yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. Kejadian tersebut tercatat dalam prasasti Pucangan (atau Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti tersebut, yang juga dikuatkan oleh de Casparis, menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 928 Saka, atau sekitar 1006
Pada usia muda Airlangga dikirim ke istana pamannya, Raja Jawa (Raja Dharmawangsa), untuk belajar dan akhirnya menikah. Ketika kerajaan hancur oleh perang saudara, para pemenang mengundang Airlangga untuk mengambil alih takhta pamannya yang sudah mangkat.
Airlangga berusaha keras membangun kembali kerajaannya. Ia bahkan menggabungkan pulau Bali, pulau kelahirannya, menjadi bagian kerajaannya dan memerintah pulau Bali melalui tangan adiknya sendiri, Marakata dan kemudian adik bungsunya Anak Wungsu. Dengan demikian Airlangga memperkuat hubungan budaya dan politik antara Jawa dan Bali yang terus berlanjut, dan dengan demikian sangat menguntungkan Bali, selama lebih dari tiga abad. Bagaimanapun hubungan antara Jawa dan Bali tidaklah selalu mulus. Orang-orang Bali seringkali memberontak, membebaskan diri dari kekuasaan raja-raja Jawa. Orang-orang Jawa, mula-mula Raja Kertanegara dari Singasari (1262 TM) dan kemudian para bangsawan Majapahit berkali-kali menyerang Bali untuk menanamkan kekuasaannya lagi. Raja Kertanegara dari Singasari menyerang Bali dua kali pada tahun 1262 dan 1284 untuk menaklukkan Bali. Di kemudian hari, Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit menyerang Bali pada tahun 1343 TM dan membunuh Raja Bali Aga terakhir dari Dinasti Pejeng yaitu Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banten atau Raja Tapolung atau Dalem Bedahulu (Bedulu).
Sejak saat itu Bali menjadi sebuah propinsi yang tunduk pada penguasa pusat di Majapahit, Jawa Timur. Para penguasa Majapahit mengangkat Kresna Kepakisan, seorang brahmana keturunan Kediri (juga keturunan Airlangga!) untuk memerintah Bali. Kepakisan mendirikan dinasti yang menurunkan raja-raja Bali, yang bertindak lebih sebagai pendukung ketimbang sebagai bawahan Majapahit. Dia dan para raja keturunannya sering menggunakan gelar Jawa Susuhunan yang berarti Maharaja. Walaupun banyak juga yang menggunakan gelar asli Bali seperti Dewa Agung, atau Tuhan Yang Agung, sehingga menyiratkan arti bahwa mereka memerintah secara bebas merdeka atas perintah para Dewa. Kepakisan membangun puri (istana)-nya di Samprangan, di sebelah timur Kota Gianyar sekarang dan memerintah dengan keras namun adil atas seluruh Pulau Bali. Keturunannya kemudian memindahkan ibu kota ke Gelgel, di sebelah selatan Kota (Semarapura) Klungkung sekarang.
Ketika Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1515 M. muncullah Kerajaan Islam Demak, Pajang dan Mataram yang giat menyebarkan pengaruh Islam. Ribuan bangsawan, imam, serdadu, seniman, pengrajin dan rakyat yang menolak masuk Islam kabur dari Jawa ke Bali. Sebagian mengungsi ke pegunungan Bromo-Tengger di Jawa Timur. Di Bali mereka membawa pengaruh baru dalam tatanan sosial, bahasa, agama, budaya dan kesenian, sehingga seolah-olah agama Hindu yang sudah kuat berakar di Bali dan kesenian Bali makin berkembang menjadi jauh lebih kaya.
9.      Sumber-sumber dari China tentang Hindu Buddha
Sumber-sumber China mengenai kerajaan Hindu Buddha Sumber- sumber yang berasal dari China mengenai kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia terdapat pada:
a)   Berita Fa Hien
Fa Hien adalah seorang pendeta Buddha yang akan kembali ke China dari ziarah di India. Pada tahun 414, ia terpaksa singgah di Ye-Po-Ti yang di identifikasi sebagai kerajaan Tarumanegara karena kapal yang di tumpanginya mengalalmi kerusakan.
b)   Berita Dinasti Sui dan Dinasti Tang
Berita ini mengatakan bahwa pada tahun 528-538 telah datang utusan dari Tolomo. Sementara itu, berita dari dinasti Tang pun mengungkapkan bahwa pada tahun 666-669 datang utusan dari Tolomo yang di mungkinkan sebagai Kerajaan Tarumanegara.
c)      Berita I Tsing
     I Tsing adalah pendeta Buddha yang pada tahun 762, dalam perjalanannya ke India, ia singgah di Sriwijaya selama 6 bulan. Ia menyatakan bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India.
d)     Berita Dinasti Sung
Dinasti ini menyatakan bahwa antara tahun 971-972 telah datang berkali-kali utusan  dari Sriwijaya ke China. Namun utusan tersebut tidak segera pulang, tapi singgah di Kanton karena Sriwijaya di serang oleh kerajaan Shepo (Jawa)

e)      Berita Dinasti Ming
Dinasti ini mengatakan bahwa pada tahun 1376 kerajaan Sriwijaya telah di tundukkan oleh raja dari Jawa (kerajaan Majapahit). Dinasti Ming ini pun menyebutkan perang antara Wikramawardhana dan Bre Wirabumi. Sedangkan di tahun 1499 menjelaskan adanya hubungan diplomatik antara China dan Jawa.
f)          Kitab Ling- Wai-Tai-Ta
Kitab ini di susun oleh Chou Ku Fei tahun 1178. Isinya memberikan gambaran tentang keadaan pemerintahan dan masyarakat pada zaman kerajaan Kediri.
g)   Kitab Chu-fan-chi
            Kitab ini di tulis Chau Ju Kua. Kitab ini menjelaskan tentang kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya ,masyarakat Kediri.
h)   Berita Ma Huan
         Ma Huan dalam bukunya yang berjudul Ying-Yai, menulis tentang keadaan kerajaan Majapahit

10. Sumber-sumber  dari Timur Tengah dan Eropa mengenai kerajaan Hindu Buddha
a)        Berita Portugis
Berita Portugis menyebutkan bahwa pada tahun 1518, di Jawa masih ada kerajaan kafir di pedalaman yang di kuasai oleh Pate Udara. Berita dariPortugis pun menyebutkan bahwa pada tahun 1512-1521, Ratu Samian dari Pajajaran memimpin perutusan ke Malaka untuk mencari Sekutu. Ppada tahun 1522, utusan Portugis bernama Hendrik de Leme datang ke Pajajaran.
b)      Berita Tome Pires
Tome pires adalah orang Portugis yang berlayar ke Indonesia pada tahun 1513. Ia menyatakan bahwa ibu kota Pajajaran disebut Dayo yang letaknya kira-kira dua hari perjalanan dari Sunda Kelapa. Dan juga dalam buku suma oriental tomo pires menuliskan salah satunya tentang kerjasama antara kerajaan pajajaran dan portugis































Tidak ada komentar:

Posting Komentar