Selasa, 01 Januari 2013

antara sukabumi dan cianjur (part 1)

Diakhir 2011, lalu jurusan saya Pendidikan IPS, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI Bandung mengadakan praktikum selama dua hari ke beberapa lokasi usaha kecil dan menengah yang berlokasi di Kabupaten Cianjur dan Kota Sukabumi. praktikum kali ini diikuti oleh tiga angkatan dalam jurusan kami yaitu 2010, 2011, dan yang terakhir 2012. 
pada hari keberangkatan, kami diwajibkan untuk berkumpul di ex-pentagon upi jam 5 pagi, namun seperti yang semua sudah ketahui kebiasaan orang Indonesia yang jujur saja sangat saya tidak sukai adalah ketepatan waktu. walaupun sebelumnya ada instruksi dari dosen agar kami berkumpul jam 5, dan lebih dari 15 menit akan ditinggal rombongan, namun tetap saja pada akhirnya kami baru berangkat sekitar pukul 07.15, belum lagi ada seorang teman sekelas saya yang sampai jam tersebut belum saja datang, sungguh mengesalkan dan mengecewakan memang.
singkat cerita kami pun melanjutkan perjalanan mulus, tanpa ada hambatan sedikitpun, selama perjalanan saya duduk bersama seorang teman yang kebetulan memang mempunyai kebiasaan yang sama dengan saya yaitu gemar buang air kecil -__- . di pemberhentian pertama yaitu SPBU di sekitaran Bandung Barat, saya mengalami sebuah kejadian yang cukup mengesalkan, karena terburu-buru, pada saat sedang di toilet, kepala saya kejedug (terbentur) dengan rak yang ada di toilet tersebut dan menyisakan sebuah benjolan yang cukup besar yang baru hilang kira-kira seminggu kemudian.
kira-kira pukul 09.00 (atau lebih) setelah memasuki wilayah Kabupaten Cianjur, kami berhenti untuk sarapan di sebuah rumah makan bernama Ampera-2 Tak. mendengar nama rumah makan ini jujur saja sangat lucu, saya berpikir apakah rumah makan ini bersaudara dengan rumah makan Ampera yang terkenal di Bandung sana? ataukah hanya persamaan nama yang diembeli kata 2 Tak saja?entahlah. tak ada yang istimewa dengan makanan di rumah makan ini, biasa saja makanan khas sunda pada umumnya, ayam goreng, tempe, dan sayur asem. sedikit yang cukup mengganggu bagi saya justru adalah fasilitas pendukung di rumah makan ini yang sangat vital, yaitu toilet!!!. toilet disini nampak kurang terawat dengan sumber air yang menurut saya kurang bersih, namun seperti yang telah saya sebutkan di awal bahwa saya memang seorang yang sering sekali buang air kecil, maka mau tidak mau terpaksa saya menggunakan toilet ini.
selesai makan dan melanjutkan perjalanan, tak berapa lama kami tiba di destinasi pertama kami yaitu pabrik tauco Ny. Tasma. bis yang kami gunakan di parkir di depan stasiun cianjur. dari tempat parkir, rombongan kami berjalan kaki ke pabrik tauco dengan jarak kurang lebih sekitar 200 meter saja.
tiba di pabrik tauco, kami tidak menyia-nyiakan waktu dan langsung mengamati kegiatan-kegiatan di pabrik tersebut dan juga mewawancarai beberapa narasumber di pabrik tersebut. sangat menarik, bahwa kami dapat datang ke salah satu tempat pembuatan tauco tertua di Cianjur. usaha tauco Ny. Tasma sendiri sudah dimulai sejak tahun 1890, ini berarti sudah 123 tahun malang melintang di dunia pertaucoan. dan tauco Ny. Tasma ini dikatakan sebagai salah satu tauco terbaik yang ada. disini kami dijelaskan mengenai proses-proses pembuatan tauco yang sebenarnya memakan waktu yang cukup lama dan juga proses yang lumayan rumit. dimulai dari proses pemilihan kedelai, pencucian, penggilingan, penjemuran, perebusan, fermentasi, dan penjemuran kembali sebelum akhirnya di pack dan dijual di toko yang berada di Jln H.O.S Cokroaminoto yang berjarak tak jauh dari pabrik tsb. tauco menjadi salah satu primadona oleh-oleh dari cianjur, walaupun produk ini dapat kita temukan dengan mudah di warung-warung di berbagai daerah, namun tak lengkap rasanya mengunjungi atau melewati cianjur tanpa membeli tauco. sayangnya, semenjak tahun 2009, saat tol cipularang diresmikan sehingga orang Jakarta yang akan menuju ke Bandung ataupun sebaliknya tidak harus melewati kota ini lagi, disitulah mulainya keredupan dari bisnis tauco ini. keseluruhan dari kunjungan ke tempat ini sangatlah menarik, sedikit yang saya sayangkan adalah kurangnya orang-orang yang membantu kami memandu dan menjawab pertanyaan mengenai pabrik tauco ini. diantara begitu banyak mahasiswa (hampir 300 orang) hanya dua orang saja yang membantu kami, selebihnya beberapa orang malah asyik menjelaskan kepada dosen-dosen kami. ada satu orang yang menjelaskan kepada satu dosen, ada satu orang yang memandu dua dosen, dst. disitu saya sempat mengomel seperti ini "kenapa fokusnya harus sama dosen sih bukan mahasiswanya? yang praktikum kan mahasiswanya, yang nanti bikin laporan kan mahasiswanya, kenapa dosenya yang diperhatiin?". (maaf yaaaa bapak ibu dosen :D ).

 

selesai dari pabrik tauco, kami kembali ke bis dan melanjutkan kembali perjalanan kami. kurang lebih 30 menit, bis kami kembali berhenti, sepertinya ini bukan daerah pusat kota seperti pabrik tauco. menurut teman saya yang memang asli orang Cianjur, bahwa daerah itu bernama Warungkondang. turun dari bis, kami diarahkan untuk berjalan memasuki sebuah perkampungan, yang saya pikir jaraknya akan dekat, karena biasanya usaha-usaha kecil dan menengah mengusahakan agar akses ke tempat usaha dekat dengan jalan utama, sehingga memudahkan pendistribusian barang, begitu pikir saya dalam hati. ternyata saya salah besar, makin lama kami berjalan makin jauh dan makin dalam, melewati sungai dan sawah-sawah, hal yang mengingatkan pada kunjungan kami ke Kampung Naga beberapa waktu yang lalu. setelah berjalan kurang lebih sekitar 2 Km akhirnya kami sampai juga di tempat yang kami tuju yaitu Uni Antique Lamp. sebuah home industry yang memproduksi beraneka ragam lampu hias dan lentera atau yang lebih dikenal sebagai lampu gentur, sesuai dengan nama kampung tersebut. pertama kali saya memasuki showroom usaha ini saya merasa sangat takjub, bagaimana tidak, puluhan lampu hias beraneka ragam dan corak digantung di ruangan tersebut, ingin rasanya saya mengambil satu dan membawanya pulang hehehe....
usaha lampu hias ini sudah dimulai sejak tahun 1960an, dan mengalami masa keemasan sekitar tahun 1990an, dan telah mengalami 3 generasi, yang terakhir ini baru saja meninggal sekitar sebulan yang lalu, sehingga tampuk kepemimpinan usaha kini diteruskan oleh istri dan anaknya yang dapat kita katakan sebagai generasi keempat. lampu hias yang dibuat disni umumnya terbuat dari bahan kuningan dan kaca, baik kaca produksi lokal, maupun kaca yang diimpor karena tidak diproduksi di indonesia. sementara untuk masalah desain, Uni Antique Lamp biasanya rajin mecari model-model lampu untuk produksi mereka, ataupun terkadang para konsumen sendiri telah membawa desain yang mereka inginkan untuk lampu-lampu yang dipesan. harga yang dipatok oleh home industry ini untuk masing-masing lampu menurut saya sangat terjangkau, dimulai dari 100 ribu- jutaan rupiah tergantung penggunaan bahan baku dan tingkat kesuliatan pembuatanya. 90% dari hasil produksi merupakan permintaan untuk ekspor. sementara 10% pasar lokal datang dari Bali yang bukan tidak mungkin kebanyakan pembelinya pun warga asing. cukup miris menurut saya, bahwa ternyata bangsa Indonesia masih belum bisa memberikan apresiasi yang cukup tinggi bagi berbagai produk ciptaan saudara sebangsanya sendiri.


 


wawancara kami dengan narasumber berakhir di pertanyaan mengenai permasalahan ataupun hambatan yang muncul di usaha ini. ya seperti usaha kecil menengah yang lain, permasalahan yang muncul adalah masalah klasik mengenai masalah modal. masalah lain yang muncul adalah soal lokasi showroom yang sangat terbatas dan juga akses menuju tempat ini yang kurang strategis. sebenarnya, beberapa tahun ke belakang Presiden SBY telah menjanjikan sebuah lahan seluas 1000 m. namun sepertinya hal itu hanyalah sebuah janji belaka. karena sampai dengan saat artikel ini ditulis, janji tersebut belum kunjung terealisasikan



(segini dulu yaa...... part 2 nanti akan berisi cerita tentang kunjungan ke dua tempat selanjutnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar