Senin, 24 Maret 2014

selamat datang 23 :)



Hai, saya Lisa Inawati, secara etimologi nama saya berasal dari kata lisa= hari selasa yang diucapkan oleh orang-orang yang kebetulan kesulitan mengucapkan huruf “r”, ina yang berasal dari nama panggilan ibu saya “nina” dan wati karena saya seorang perempuan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya andai saya dilahirkan menjadi seorang laki-laki, apakah nama saya akan menjadi Lisa Inawan? Entah….
            Nama saya memang sederhana, sesederhana harapan kedua orang tua saya saat pertama kali melihat saya hadir ke dunia ini, menjadi orang yang berguna bagi apapun dan siapapun, bagi agama, orang tua, keluarga, syukur-syukur bagi bangsa dan negara hahaha.
            Saya dilahirkan di kota yang paling saya cintai, kota lautan api, parijs van java, kota kembang, atau apapun panggilan apapun yang mereka sematkan pada kota ini, ya Bandung. 22 tahun berlindung di bawah langit dan menghirup nafas di kota ini pun rasanya tak pernah mengurangi kecintaan saya pada kota ini, tempat hidup terbaik untuk saya, terimakasih tuhan J
            Saat ini saya telah menghabiskan enam semester paling berkesan di jurusan pendidikan ips, universitas pendidikan Indonesia, Bandung. Ada di jurusan ini pun benar-benar rencana Tuhan yang tidak pernah terbayangkan selama ini. Saya yang saat itu masih berseragam putih-biru, hingga putih abu selalu berangan-angan akan menjadi bagian dari keluarga besar jaster biru dongker (baca: unpad) entah itu di jurusan psikologi ataupun ilmu sejarah sesuai dengan cita-cita saya sedari duduk di bangku sekolah dasar untuk menjadi seorang sejarawan. Sebuah cita-cita yang langka bagi anak seusia saya saat itu bukan? Hahaha.
            Tapi itulah takdir bukan? Bahkan rencana dan usaha terhebat kita pun terkadang nampak tak berdaya lagi saat menghadapi skenario Nya, saat tiga kali mengalami kepahitan karena sekali gagal tembus teknologi pangan IPB dan dua kali gagal tembus Pendidikan Biologi UPI, saya pun menyadari bahwa mungkin memang takdir saya menjadi seorang pendidik ilmu sosial, ilmu yang sangat saya hindari selain pendidikan agama dan juga pendidikan kewarganegaraan, mengapa? Karena sebagai seorang manusia saya merasa masih sangat jauh dari apa yang telah ada dalam norma-norma, baik tertulis maupun tidak tertulis. Bagaimana mungkin saya mampu mendidik orang lain untuk berperilaku sesuai tuntunan norma jika ternyata saya pun masih belum mampu untuk itu.
            Tapi lagi-lagi rahasia Tuhan itu memang luar biasa, sedikit membuat terkejut memang saat tidak sengaja membuka diary zaman sekolah dasar dan menemukan kejutan bahwa di kelas 3 SD saya sudah menuliskan cita-cita sebagai guru IPS, entah suatu kebetulan ataukah lagi-lagi memang rencana Tuhan yang telah disiapkan untuk saya.
            Di akhir umur 22 tahun ini pun, telah begitu banyak (bahkan mungkin terlalu banyak) yang telah saya rasakan dan juga saya alami, yang walau begitu entah mengapa tak kunjung membuat saya lebih dewasa dari yang seharusnya menjadi tuntutan umur saya. Masih tetap menjadi manusia yang terkadang menunjukan kekanakan yang tak semestinya, sikap-sikap yang seharusnya tak terlampau lagi sering muncul. Itu terkadang sangat menjadi beban, terutama terkadang saat saya merasa bahwa ekspektasi yang orang-orang bebankan kepada saya itu jauh melampaui apa yang saya rasa mampu saya pikul. Masih menjadi anak, kakak dan saudara yang sering menyimpan iri hati saat merasa hidup orang lain jauh lebih sempurna, tanpa pernah menyadari mungkin saja diluar sana ada yang mati-matian berharap untuk bisa jadi seperti saya (geeeeer =]] ). Ah rasanya 22, 23 atau hingga 45 pun perasaan itu akan selalu ada. Intinya tetap terimakasih Tuhan, atas segala takdir yang manis hingga yang pahit namun tetap manis bagiMu Tuhan, terimakasih telah memberikan 22 tahun terbaik bagi saya, bagi orang-orang di sekeliling saya, bagi orang-orang yang juga bersyukur padaMu telah menghadirkan saya dalam hidupnya.
            23 tahun, selamat datang…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar