Senin, 24 Maret 2014

budaya media, politik dan ideologi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Di abad modern seperti sekarang ini, fungsi media, baik cetak maupun elektronik tidak lagi hanya terbatas kepada sarana penyampaian informasi ataupun hiburan semata, akan tetapi lebih dari itu saat ini fungsi media telah dianggap sebagai salah satu alat propaganda paling efektif. Semakin sering propaganda itu dilihat dan didengar oleh massa, maka akan lebih mudah untuk dipercaya, diyakini dan dilakukan oleh massa sasaran dari propaganda itu sendiri. Seperti sebuah teori yang mengatakan bahwa kebohongan yang dikatakan secara berulang-ulang akan menjadi sebuah kebenaran yang dipercaya oleh publik.
Amerika Serikat nampaknya adalah negara dengan pemerintahan yang memahami betul kata-kata tersebut, dan berusaha mengimplementasikanya sebaik mungkin. Salah satunya adalah dengan cara propaganda politik melalui media melalui pembuatan film-film yang mengandung muatan-muatan politis tentang kebijakan politik Amerika, bahwa Amerika adalah salah satu penjaga perdamaian dunia, dan oleh sebab itu bahwa penyerangan-penyerangan yang dilakukan ke negara-negara lain dan terkadang membunuh banyak korban tak berdosa sesungguhnya adalah misi suci yang diemban militer Amerika. Sederet film mulai dari Rambo, Iron Eagle, Top Gun, Delta Force bertabur dengan bintang-bintang top nan tampan adalah andalan Amerika untuk menyebarkan propaganda Amerika tersebut.
Celakanya film-film tersebut rupanya sangat sukses menyihir penonton di berbagai belahan dunia, terlebih di Amerika Serikat sendiri, lantas bagaimana dengan di Indonesia sendiri, apakah di abad 21 ini Indonesia pun telah mengikuti taktik ini? Pada makalah ini akan kami paparkan rahasianya.
1.2  Rumusan Masalah
Dalam setiap penulisan maupun penyusunan sebuah makalah, pasti tidak terlepas dari satu ataupun beberapa permasalahan. Dalam makalah ini, beberapa permasalahan yang akan diangkat oleh kelompok kami diantaranya adalah:
a.       Apa itu cultural studies dan budaya media?
b.      Bagaimanakah hubungan antara ideologi dan budaya media?
c.       Bagaimanakah pengaruh Amerika dalam perang Vietnam dan perang Teluk?
d.      Bagaimanakah kondisi Amerika selama masa kepemimpinan Ronald Reagan?
e.       Apa sajakah film-film Hollywood yang digunakan sebagai media propaganda politik Amerika?
f.       Apa itu film Rambo?
g.      Apa itu film Top Gun?
h.      Bagaimanakah realita budaya media, ideologi dan politik di Indonesia?
1.3  Tujuan Penulisan Makalah
Setelah merumuskan permasalahan-permasalahan yang menjadi dasar dari penyusunan makalah ini, makalah ini pun memiliki tujuan yang mempunyai keterkaitan dengan masalah-masalah yang telah dirumuskan, diantaranya:
a.       Untuk mengetahui apa itu cultural studies dan budaya media?
b.      Untuk memahami bagaimanakah hubungan antara ideologi dan budaya media?
c.       Untuk memahami bagaimanakah pengaruh Amerika dalam perang Vietnam dan perang Teluk?
d.      Untuk mengetahui bagaimanakah kondisi Amerika selama masa kepemimpinan Ronald Reagan?
e.       Untuk mengetahui apa sajakah film-film Hollywood yang digunakan sebagai media propaganda politik Amerika?
f.       Untuk mengetahui apa itu film Rambo?
g.      Untuk mengetahui apa itu film Top Gun?
h.      Untuk memahami bagaimanakah realita budaya media, ideologi dan politik di Indonesia?

1.4  Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna untuk membantu memperbaiki kesalahan bahasa yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah juga sekaligus sebagai arena berlatih bagi penyusun untuk terbiasa menulis guna menghadapi kewajiban sebagai akademisi yang harus aktif menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah.
Adapun manfaat penulisan makalah ini secara praktis mencakup hal-hal yang telah disebutkan pada latar belakang penulisan makalah, yaitu untuk membantu mengedukasi mengenai keberagaman yang memang telah menjadi ciri khas bangsa ini, dan juga untuk menginformasikan dan lebih menggali lagi unsur-unsur kebudayaan Batak yang mungkin selama ini belum banyak diketahui oleh rekan-rekan kami di Program Studi Pendidikan IPS, maupun masyarakat luas secara umum. Semoga apa yang kami tulis ini bermanfaat

1.5  Metode Penulisan Makalah
Makalah yang berjudul “Budaya Media, Politik Dan Ideologi”ini terdiri atas :
  1. Bab I :Pendahuluan. Bagian ini menguraikan masalah yang akan dibahas yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, dan sistematika uraian.
  2. Bab II :Isi. Bagian ini memuat uraian tentang hasil kajian penulis dalam mengeksplorasi jawaban terhadap masalah yang diajukan, yang dilengkapi oleh data pendukung yang relevan.
  3. Bab III : Penutup. Bagian ini merupakan kesimpulan, yaitu makna yang diberikan penyusun terhadap hasil diskusi/uraian yang telah dibuat pada bagian isi. Dan juga saran-saran yang dapat penyusun berikan untuk menjawab rumusan makalah yang telah dirumuskan sebelumnya.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cultural Studies dan Budaya Media
Cultural studies adalah bahwa ia merupakan bidang yang baru dan terbuka dalam proses membuat- kembali, dan campur tangan apapun hendaknya hanya berupa menawarkan beberapa sudut pandang atau analisis baru, dan tidak berupaya mengakibatkan penutupan teoritis apapun. Jadi sesungguhnya cultural studies merupakan sebuah wilayah tatagan yang tebuka pada banyak campur tangan dan perkembangan.ada beberapa kelompok berperan dalam cultural studies seperti teori feminis dan multikulturalis seputar ras, kesukuan, kebangsaan, subalternitas, dan pilihan seksual-lah, kita dapat beralih kepada berbagai kritik penindasan dan teori perlawanan tertentu.
Membaca budaya secara politis juga dapat meliputi pandangan untuk melihat bagaimana beragam artefak budaya media menproduksi berbagai pergulatan sosial yang ada dalam berbagai dalam citra, pertunjukan dan kisah mereka. menurut Douglas Kellner (2010: 76) mengatakan bahwa menurut beliau dan Michael Ryan menunjuakan bagaimana berbagai pergulatan dalam kehidupan sehari- hari dan politik ini lebih luas disuarakan dalam film populer, seperti dalam Camera Politica: The Politics Anad Ideology Of Contemporary Hollowood Film(1988), yang pada gilirannya di manfaatkan dan mengakibatkan beragam dalam kontek- kontek ini. Beberapa genre film hollywood pada tahun 1960- hingga tahun 1980-an “mentranskodekan” berbagai wacana sosiald an politik yang bersaing,dan mewakilin pandangan- pandangan politik tertentu terhadap perdebatan seputar perang Vietnam dan tahun 1960-an, gender dan keluarga, kelas, dan ras, perusahaan dan negara, hukum luar negeri dan dalam negeri AS, serta dan berbagai persoalan lain yang memenuhi pikiran masyarakat AS selama bberapa waktu dekade terakhir.
Contoh  beberapa film tahun 1960-an menghadirkan berbagai wacana anti- perang  dan memajukan pandangan- pandangan budaya- tading 1960-an (Vietnam: The Year Of The Pig), sementara yang lain seperti the green berets (1967), menhadirkan representasi positif terhadap campur tangan AS di Vietnam dan menyerang budaya- tanding. Sepanjanga tahun 1970-ana samapai dengan 1990-an, budaya media secara umu menjadi medan peranga nata beragam kelompok sosail yang bersaing, denga beberapa artefak yang memajukan  pandangan liberal atau radikal, sementara lain memajukan konservartif.
Beberapa teks budaya media memajukan berbagai pandangan hal- hal seperti gender, pilihan seksual, ras, maupun kesukuan, sementara lain mengutarakan beberapa bentuk mapan dari raslisme dan seksisme. Dari sudut pandangan ini budaya media adalah sebuah persaingan represtasi dan mereproduksi bebagai pergulatan sosial yang ada, serta mentranskodekan beberbagai wacana politikmdi masanya. Maka lebih jauh lagi cultural studies menelaah berbagai dampak dari teks- teks budaya media, dan beragam cara citra, sosok, dan wacana media berfungsi dalam budaya.

2.2 Ideologi Dan Budaya Media : Berbagai Metode Kritis
Beberapa tradisi Marxian seperti :
·         Leninisme ortodoks
·         Mazhad frankfurt
·         Althusser
Cenderung memperandaikan adanya gagasan ideologi yang monolitik, maupun sebuah kelas berkuasa yang secara jelas dan tegas meyuarakan berbagai kepentingan kelasnya dalam sebuah kepentingan ideologi. gagasan ini mereduksi idelogi menjadi pembelaan kepentingan- kepentingan kelas, dan karenanya bersifat ekonomistik, dengan ideologi yang merujuk terutama pada, dan terkadang hanya pada, berbagai gagasan yang mengabsahkan penguasaan kelas oleh kelas berkuasa yang berkapitalis
Teori kritis berupaya memberikan sumbangsih bagi pratik, dan cultural studies kritis bertujuan memberdayakan orang- orang, dengan memberi mereka peralatan untuk mengkritik berbagai bentuk budaya, citra, tulisan, dan genre dominan.
Feminisme dan kritik rasialisme merupakan bagian yang penting dalam cultural studies multikultural. Penyerhanaan secaramendasar terkait dengan ciri utama ideologi, seperti pengabsahan, penguasaan, penguasaan, serta mistifikasi, dan penggambaran batas- batas (antara berbagai sistem, kelompok, nilai, dan seterusnya yang konom rendah dan unggul) juga memainkan peran di proses ini.
Sebuah cultural studies yang kritis dan multikultural harus melakukan kritik terhadap berbagai penyerdahanaan, pembakuan, dan ideologi, yang melacak kembali beberapa penggolongan dan batasan yang telah terbakukan ke asal- usul sosial mereka, dan yang mengkritik berbagaipembiasan, pengaburan, dan pemalsuan yang ada didalamnya. Dengan demikian, salah satu fungsi budaya media dominan adalah untuk menjaga batas da untuk mengabsahkan kekuasaan dari berbagai kekuatan kelas,  ras, dan gender heg emonik. Tetapi feminisme, Marxisme, dan teori multikulturl mencari kritik terhadap batas- batas, berfokus, dan sitem oposisi biner yang menyusun kelas, seksis, rasialis, serta berbagai wacana ideologi lainnya.Segala bentuk teori kritis tersebut, karenanya merupakan senjata untuk mengkritik dalam perjuangan untuk masyarakat yang lebih manusiawi, dan melihat ideologi sebagai hal yang menyediakan fondasi- fondasi teoritis dari berbagai sistem penguasaan.
Maka beragam penentu seperti ras, kelas, gender, pilihan seksual, dan ideologi disuarakan dalam kerangka organisasi masyarakat yang ada serta berbagai pergulatan untuk mendapatkan kekuasaan yang da dalam masyarakat.Untuk mengilustrasikan pendekatan multi kultural dan kebutuham memperluas gagasan kritik ideologi. Dalam pembacaan atas film- film Rambo, yang menekankan cara- cara mereka mentranskodekan ideologi Reaganis tertentu, dan menganalisi berbagai segi dan strategis ideologis dari film- film tersebut, termasuk ideologi kelas, ras, gender, dan politik.
Yang di pertaruhkan adalan pengembangan media cultural studies yang dapat menganalisi, pertama- tama, bagaimana budaya media mentranskodekan berbagai pandangan dalam berbagai pergulatan politik yang ada, dan pada gilirannya menyediakan representasi yang membangkitkan persetujuan terhadap pandangan- pandangan politik tertentu melalui citra, pertunjukan, wacana, cerita, serta berbagai bentuk budaya media lainnya. Lalu beragam dampak sosial nyata dari fenomena tersebut hendaknya dilacak.
2.3 Amerika dalam Perang Vietnam dan Perang Teluk
Sudah bukan hal yang asing bukan apabila kita mendengar Amerika Serikat, dengan membawa “janji-janji manis” menjunjung perdamaian dunia dengan jalan mengadakan invasi atau serangan terhadap negara-negara lain terutama negara-negara di asia. Begitupun yang terjadi sejak awal abad 20 hingga di abad 21 ini, dengan membawa nama sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan juga sebagai negara adidaya, dengan segala kekuasaan dan kehebatan angkatan perangnya, Amerika seakan mampu menjadikan segala alasan, baik yang sebenarnya nyata ataupun hanya alasan yang terlalu dibuat-buat sebagai pembenaran atas penyeranganya ke berbagai negara-negara yang malang tersebut.
Jika sepuluh hingga dua puluh tahun ke belakang ini, Amerika sudah menginvasi beberapa negara-negara di kawasan Timur Tengah seperti Irak, Afghanistan, dll. Maka beranjak pada sejarah yang lebih jauh lagi, maka kita akan menemukan lagi catatan hitam Amerika dalam upaya menunjukan hegemoni kekuasaanya dalam perang Vietnam, perang Teluk, dll yang dengan menyedihkanya seakan kenyataan itu dipelintir dan diputarbalikan oleh pihak Amerika sendiri dengan dibuatnya berbagai film yang seolah menunjukan bahwa serangan-serangan yang dilakukan oleh Amerika tersebut sebagai sebuah misi suci, dan para prajuritnya adalah pahlawan-pahlawan suci yang sedang berjuang menegakan kebenaran.
Seperti dalam film Rambo, yang menggambarkan figure John Rambo, seorang veteran perang Vietnam yang kembali ke Tanah Air nya namun harus menghadapi kehidupan yang sulit selepas kembali ke Amerika. Perang yang bagi Amerika dimulai sejak 9 Februari 1965, seiring dengan pengiriman pasukan pertama Amerika Serikat ke Vietnam.Perang inipun sebenarnya membawa kerugian yang cukup besar bagi Amerika, terutama menyangkut dengan korban jiwa.Tercatat 58.209 orang meninggal dunia dan lebih dari 150 ribu orang terluka.
Seolah selalu berusaha menunjukan “taringnya” setiap ada kesempatan, 25 tahun kemudian, tepatnya di tahun 1990, saat dimulainya penyerangan Irak terhadap Kuwait, Amerika bersama sekutu-sekutu nya yang tergabung dalam koalisi PBB pun ikut menyerang dan menyudutkan Irak di bawah kepemimpinan Saddam Husein, dengan dalih menghentikan “perbuatan buruk” Irak dan Saddam Husein. Peristiwa  yang dimana secara aneh telah diramalkan dalam film Iron Eagle I dan II. Bersama-sama  kedua film ini menggambarkan pergerakan ke arah gencatan senjata dengan Uni Soviet dan kemunculan musuh besar baru dalam wujud Saddam Husein dan Irak (Kellner, 2010:114). Film-film ini menyumbang bagi munculnya sentiment anti Arab pada ,masa itu, dengan menghadirkan citra-citra negatif teroris pada diri rezim Arab.
2.4 Amerika dalam Masa Ronald Reagan
            Siapa yang tak kenal dengan Ronald Reagan? Presiden tampan yang mengawali kariernya sebagai bintang radio, film dan televisi ini juga dikenal sebagai salah satu nama presiden Amerika yang paling bersinar. Pria yang bernama lengkap Ronald Wilson Reagan ini lahir di Illinois pada 6 Februari 1911 dengan pendidikan terakhir Bachelor of Arts di bidang ekonomi dan sosiologi di Eureka College. Reagan sendiri memulai karir pertamanya sebagai seorang actor pada tahun 1937 dengan membintangi “Love Is on The Air”. Reagan pun sebelumnya pernah menjabat sebagai Gubernur Wilayah California di tahun 1967-1972, dimana karirnya terus menanjak sehingga berhasil terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat masa jabatan1981-1986 dari partai Republik.
            Sebagai presiden, Reagan menerapkan sistem politik dan ekonomi yang baru yang diberi nama Reagonomik, yang menganjurkan mengurangi tarif pajak untuk memacu pertumbuhan ekonomi, mengendalikan suplai uang untuk menurunkan inflasi, deregulasi ekonomi dan mengurangi pengeluaran pemerintah.
            Di tengah-tengah keputusan politik dan ekonomi yang dibuatnya, ternyata Reagan pun tak dapat menolak darah seni yang memang telah terlanjur mengakar dalam dirinya sebagai seorang aktor, Reagan pun  nampaknya sangat pandai untuk memanfaatkan bakatnya  dalam bidang seni. Sederet film yang ditenggarai lahir dari ide-idenya untuk memanfaatkan media sebagai salah satu sarana propaganda politik Amerika, sehingga pada masanya di industri perfilman Hollywood banyak lahir film-film yang bertema peperangan sebagai sebuah misi suci bagi bangsa Amerika, isu-isu rasialis, hingga visualisasi kesempurnaan pria yang berkarir di militer yang sejatinya adalah sebagai alat propaganda politik Amerika, bahwa invasi-invasi yang dilakukan oleh Amerika adalah demi kedamaian dunia, bahwa Amerika disini hanyalah korban dari kekejaman bangsa-bangsa yang menjadi musuh dari Amerika. Film-film ini seperti Rambo, Iron Eagle, Top Gun, Delta Force dan berbagai film lain yang diproduksi dalam kurun waktu 1980-1990an yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
2.5 Film-film Hollywood sebagai media propaganda politik Amerika Serikat
            Seperti yang telah sedikit disinggung pada sub bab sebelumnya, bagaimana pada masa kepemimpinan Ronald Reagan, Hollywood sebagai mesin pencetak film-film Amerika mendapatkan sedikit fungsi tambahan yakni sebagai corong propaganda politik Amerika. Hal ini dapat tergambarkan dengan film-film yang box office yang diproduksi oleh Hollywood selama masa kepemimpinan Reagan, yaitu dalam kurun tahun 1981-1989, diantara film-film yang sangat popouler di seluruh penjuru dunia pada masa itu hingga saat ini seperti Rambo, Top Gun, Delta Force, Iron Eagle, dsb.
            Film-film ini seperti sengaja dihadirkan, terutama karena pada saat itu nampaknya sedikit sekali film-film dengan tema berkualitas.Film-film dengan genre action yang penuh dengan laga sekaligus tokoh yang rupawan seolah menjadi oase pada saat itu.Namun yang lebih penting bukan hanya keberadaan Sylvester Stallone, Tom Cruise ataupun Chuck Norris yang pada akhirnya menjadi fokus kami terhadap film-film tersebut.Tetapi bagaimana film yang nampaknya seperti sebuah hiburan semata, ternyata mengandung pesan terselubung di dalamnya tentang peperangan dan penyerangan.
            Dalam film-film tersebut, Amerika seolah berusaha meyakinkan penduduk dunia, bahwa penyerangan ataupun perang-perang dimana mereka terlibat di dalamnya adalah sebuah opsi terpaksa yang harus mereka lakukan demi menjaga perdamaian dunia, bahwa mereka adalah bangsa-bangsa teraniaya yang dalam film Nampak kesulitan melawan bangsa-bangsa lain yang padahal dalam dunia nyata tidak memiliki kemampuan sehebat yang ditampilkan dalam film.
            Sekali lagi, tentu tidak semua orang akan begitu mudah menangkap propaganda yang “disusupkan” oleh pemerintah Amerika dalam film tersebut. Pun sebenarnya bukan hanya masalah propaganda saja yang dikhawatirkan dalam film tersebut, dampak yang ada ternyata jauh lebih luas dari pada itu. Di berbagai belahan dunia, terutama di Amerika, muncul sejumlah kasus terjadinya kejahatan ataupun gangguan di masyarakat yang disebabkan oleh orang-orang tersebut mengalami halusinasi seakan-akan menjadi sosok-sosok superhero seperti dalam film-film tersebut.Lantas jika telah terjadi hal yang seperti demikian, apakah dampak dari film tersebut memang lebih luas daripada yang diharapkan oleh pembuatnya sendiri, entahlah.
2.6 Rambo, veteran perang Vietnam yang terlupakan
            Rambo, adalah sebuah film produksi Hollywood yang terdiri atas beberapa sekuel, yaitu First Blood, Firefox, dan Rolling Thunderyang pertama kali rilis di tahun 1982.  Film ini menceritakan tentang kisah John Rambo, seorang veteran special forces Amerika dalam peperangan melawan Vietnam di tahun 60-an. Di film pertama di tahun 1982, diceritakan bahwa Rambo sedang mencari anggota unitnya, yang ternyata ia temukan fakta bahwa anggotanya tersebut telah tewas, hingga akhirnya ia ditangkap oleh sheriffdi suatu kota. Merasa tak terima dengan perlakuan seakan-akan ia adalah manusia tak berjasa bagi negara nya, Rambo menyatakan perang terhadap lembaga-lembaga penegak hukum dan lembaga pertahanan nasional. Sementara di film kedua di tahun 1985, Rambo diubah menjadi seorang petarung super yang menyelamatkan para tahanan perang AS yang masih ditahan di Vietnam.
            Film Rambo menggabungkan rangkaian “kembali ke Vietnam” dengan rangkaian lain yang menunjukan para veteran yang kembali, yang mengubah diri mereka dari orang-orang terbuang yang terluka dan kebingungan menjadi petarung super. Upaya-upaya sinematis tersebut juga menyediakan kompensasi simbolis atas kehilangan, rasa malu, dan rasa bersalah, dengan menyajikan Amerika sebagai seorang “baik hati” yang kali ini menang, sementara musuh-musuh komunisnya digambarkan sebagai golongan yang menerima kekalahan yang “pantas”. Di sisi lain, Rambo dan berbagai film pahlawan-bodoh-stallone-norris dapat dibaca sebagai ungkapan paranoia pria kulit putih yang menyajikan pria kulit putih sebagai korban dari berbagai musuh asing, ras lain, pemerintah dan masyarakat secara umum.
2.7 Top Gun, pesona ketampanan Tom Cruise
Top Gun (1986) adalah salah satu film tahun 80'an yang menyimbolkan etos militer Reagan, membela kekuatan militer dan menyebarkan nilai konservative. Top Gun menggambarkan kepahlawanan individualistik, keberanian militer dan nilai konservatif Amerika.Menceritakan konflik dua kutub (idiologi kapitalis-sosialis), perang antara kebaikan melawan kejahatan dimana Amerika adalah pihak yang baik. Film Top Gun dibuat saat perang dingin hampir usai, sehingga tidak secara terang-terangan mengejawantahkan negara sosialis-komunis sebagai penjahat seperti pada film lain. Pihak penjahat dalam Top Gun hanya dijelaskan dengan ciri-ciri, misalnya: pihak lawan menggunakan pesawat MIG yang merupakan pesawat Uni Soviet, meski pilot MIG memakai helm bertanda bintang merah, namun pada masa itu Amerika juga bermusuhan dan mengebom Libya, jadi konteks "musuh" pada Top Gun bisa saja Uni Soviet, Libya, atau negara Arab anti Amerika yang menggunakan pesawat Uni Soviet. Top Gun berkisah seorang Maverick (Tom Cruise) yang bergabung dengan sekolah angkatan udara Amerika. Maverick memulai kompetisinya dengan "Ice Man" pilot pesawat tempur top. Ice Man dan parternya, Slider dicitrakan sebagai pemuda Amerika yang sangat percaya diri, istimewa, dan meyakinkan bahwa mereka adalah yang terbaik dan pantas memperoleh apa yang mereka dapat. Sementara Mavarick dan sahabatnya, Goose karakternya lebih marginal, awalnya mereka adalah underdog yang kemudian menjadi pemenang dalam kompetisi.Sukses dengan perempuan adalah bagian dalam "Top Gun".Setelah selesai orientasi, para pilot pergi ke bar lokal dan tentu saja bertemu dengan perempuan cantik. Pesan pada adegan bar : lelaki militer adalah partner yang menarik, dan memposisikan perempuan untuk memuja pria berseragam. Kemudian pesan bagi para lelaki: jika Anda bergabung dengan militer, memakai seragam, menunjukkan tanda jasa dan pangkat, pasti memiliki nilai lebih di mata perempuan. Singkatnya "Military Guys Get the Girls". Maverick mendapatkan sosok Charlie (Kelly Mc Gillis) di bar, dan ternyata Charlie adalah instrukturnya di sekolah pilot.Charlie merepresentasikan kehadiran perempuan di militer, sosoknya kuat, namun toh pada akhirnya menjadi subordinat terhadap Maverick.Kisah kepahlawanan terjadi saat Maverick dan Goose berlatih, pesawat jatuh dan Goose meninggal. Maverick merasa bersalah dan keluar dari sekolah pilot, namun Viper (Tom Skerrit) teman almarhum ayah Maverick, membujuknya untuk tidak keluar sampai wisuda. Kemudian, pada saat wisuda terdapat panggilan darurat, pesawat komunikasi Amerika hilang dan harus diselamatkan. Pesawat MIG ada di sekitar area dan dikhawatrikan musuh (MIG) akan mendapati pesawat komunikasi tersebut. Ice Man, Maverick dan Merlin dipilih untuk mengatasi keadaan. Pada akhirnya bisa ditebak, Maverick menyelamatkan pesawat komunikasi sekaligus menyelamatkan Ice Man yang nyaris tewas dalam misi serta menghabisi riwayat MIG.
Kejeniusan film Top Gun, yang menyajikan sebuah cerita yang relative sederhana dengan sedikit kalaupun ada momen yang kritis secara social dan memiliki banyak makna, suara sumbang kritis, dan elemen-elemen sampingan. Film tersebut secara keseluruhan mengistimewakan posisi maverick, seorang yang dibuat agar ditiru oleh penonton, dan disetujui tanpa mempertanyakan berbagai nilai dan tujuannya.Tom Cruise dan Top Gun memberi banyak sumbangan bagi akademi angkatan lautkarena membuat banyaknya antrian untuk menjadi Angkatan Laut.
2.8 Budaya Media, Ideologi dan politik di Indonesia
            Mungkin keberadaan media sebagai alat propaganda politik di Indonesia belum berkembang sepesat di Amerika.Bentuk-bentuk propaganda politik di Indonesia mayoritas masih terpaku pada bentuk-bentuk iklan, baik media cetak maupun media elektronik.Sedangkan untuk bentuk-bentuk seperti lagu ataupun film jumlahnya masih sangat terbatas, mungkin karena dipengaruhi oleh tingkat minat konsumen.
            Salah satu film paling fenomenal terkait propaganda politik di Indonesia, menurut kami adalah fil G30S yang disutradarai oleh Arifin.C Noer.Bagaimana film itu menggambarkan tentang kekejaman peristiwa G30S yang selalu menyudutkan dan mendoktrin bahwa kejadian tersebut didalangi oleh partai berhaluan kiri terbesar di Indonesia.
            Selain daripada film tersebut, kebanyakan film-film lainya lebih bertemakan kepada propaganda ideologi nasionalisme, sederet judul seperti trilogi merah putih, tanah air dan hati merdeka.
           


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Cultural studies adalah bahwa ia merupakan bidang yang baru dan terbuka dalam proses membuat- kembali, dan campur tangan apapun hendaknya hanya berupa menawarkan beberapa sudut pandang atau analisis baru, dan tidak berupaya mengakibatkan penutupan teoritis apapun.
            Beberapa teks budaya media memajukan berbagai pandangan hal- hal seperti gender, pilihan seksual, ras, maupun kesukuan, sementara lain mengutarakan beberapa bentuk mapan dari raslisme dan seksisme. Dari sudut pandangan ini budaya media adalah sebuah persaingan represtasi dan mereproduksi bebagai pergulatan sosial yang ada, serta mentranskodekan beberbagai wacana politikmdi masanya.
Sebuah cultural studies yang kritis dan multikultural harus melakukan kritik terhadap berbagai penyerdahanaan, pembakuan, dan ideologi, yang melacak kembali beberapa penggolongan dan batasan yang telah terbakukan ke asal- usul sosial mereka, dan yang mengkritik berbagaipembiasan, pengaburan, dan pemalsuan yang ada didalamnya.
Yang di pertaruhkan adalan pengembangan media cultural studies yang dapat menganalisi, pertama- tama, bagaimana budaya media mentranskodekan berbagai pandangan dalam berbagai pergulatan politik yang ada, dan pada gilirannya menyediakan representasi yang membangkitkan persetujuan terhadap pandangan- pandangan politik tertentu melalui citra, pertunjukan, wacana, cerita, serta berbagai bentuk budaya media lainnya. Lalu beragam dampak sosial nyata dari fenomena tersebut hendaknya dilacak.
Di Amerika pada masa pemerintahan Ronald Reagan (1981-1989) budaya media, politik dan ideologi ini terasa sangat kental melalui kehadiran film-film yang bertemakan peperangan dan satu sosok sentral yang diangkat jiwa kepahlawanan dan jiwa kepatriotan nya.Sederet film seperti Rambo, yang menjelaskan tentang kehidupan John Rambo, seorang veteran tentara Amerika pada masa perang Vietnam. Lalu ada Top Gun dengan kehadiran Tom Cruise muda dan kerupawanan wajahnya dan sederet film-film lain seperti Iron Eagle, Delta Force, dll.
Bagaimanapun bukan hanya Amerika yang menjadikan media, baik cetak maupun elektronik sebagai salah satu cara untuk menanamkan pengaruh dan ideologi mereka. Berbagai negara di dunia pun sebenarnya melakukan itu untuk menyampaikan ideologi-ideologi mereka.Karena percaya atau tidak, media (terutama media elektronik) adalah salah satu sarana penyampaian propaganda paling mudah dan hasilnya pun dapat menjangkau banyak pihak.
Di Indonesia sendiri pun, dalam pengamatan kami ada beberapa film yang cenderung untuk mengarahkan orang-orang pada suatu pemahaman tertentu. Yang paling fenomenal tentunya adalah film yang menceritakan tentang G30S, yang pada masa-masa sebelumnya selalu ditayangkan di televise untuk mengenang peristiwa berdarah tersebut. Film ini seakan “mengarahkan” dan mendoktrin agar kita meyakini kebenaran bahwa peristiwa tersebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia. Beralih kepada masa-masa selanjutnya dimana manusia-manusia Indonesia telah menjadi semakin kritis, film-film bertema penanaman ideologi terutama kepada penanaman rasa nasionalisme seperti film Merah Putih, Tanah Air, Hati Merdeka, dll.




















DAFTAR PUSTAKA

Kellner, Douglas. (2010). Cultural Studies, Identitas, dan Politik ; antara modern dan postmodern. Jakarta : Jalasutra
_______. (______). Perang Vietnam.http://id.m.wikipedia.org/wiki/Perang_Vietnam  [diakses pada 28 Februari 2014 20:35]
_______. (______). Ronald Reagan. http://en.m.wikipedia.org/wiki/Ronald_Reagan   [diakses pada 28 Februari 2014 20:15]
Akbar, Arif. (_____). Rekam Gerak Negara Dalam Sinema. http://arifakbar.jpg.wordpress.com/author/page/9/ [diakses pada 28 Februari 2014 20:49]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar