BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Di abad modern seperti sekarang ini, fungsi media, baik cetak maupun
elektronik tidak lagi hanya terbatas kepada sarana penyampaian informasi
ataupun hiburan semata, akan tetapi lebih dari itu saat ini fungsi media telah
dianggap sebagai salah satu alat propaganda paling efektif. Semakin sering
propaganda itu dilihat dan didengar oleh massa, maka akan lebih mudah untuk
dipercaya, diyakini dan dilakukan oleh massa sasaran dari propaganda itu
sendiri. Seperti sebuah teori yang mengatakan bahwa kebohongan yang dikatakan
secara berulang-ulang akan menjadi sebuah kebenaran yang dipercaya oleh publik.
Amerika Serikat nampaknya adalah negara dengan pemerintahan yang
memahami betul kata-kata tersebut, dan berusaha mengimplementasikanya sebaik
mungkin. Salah satunya adalah dengan cara propaganda politik melalui media melalui
pembuatan film-film yang mengandung muatan-muatan politis tentang kebijakan
politik Amerika, bahwa Amerika adalah salah satu penjaga perdamaian dunia, dan
oleh sebab itu bahwa penyerangan-penyerangan yang dilakukan ke negara-negara
lain dan terkadang membunuh banyak korban tak berdosa sesungguhnya adalah misi
suci yang diemban militer Amerika. Sederet film mulai dari Rambo, Iron Eagle,
Top Gun, Delta Force bertabur dengan bintang-bintang top nan tampan adalah
andalan Amerika untuk menyebarkan propaganda Amerika tersebut.
Celakanya film-film tersebut rupanya sangat sukses menyihir penonton di
berbagai belahan dunia, terlebih di Amerika Serikat sendiri, lantas bagaimana
dengan di Indonesia sendiri, apakah di abad 21 ini Indonesia pun telah
mengikuti taktik ini? Pada makalah ini akan kami paparkan rahasianya.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam
setiap penulisan maupun penyusunan sebuah makalah, pasti tidak terlepas dari
satu ataupun beberapa permasalahan. Dalam makalah ini, beberapa permasalahan
yang akan diangkat oleh kelompok kami diantaranya adalah:
a. Apa itu cultural studies dan budaya media?
b. Bagaimanakah hubungan antara ideologi dan budaya
media?
c. Bagaimanakah pengaruh Amerika dalam perang Vietnam dan
perang Teluk?
d. Bagaimanakah kondisi Amerika selama masa kepemimpinan
Ronald Reagan?
e. Apa sajakah film-film Hollywood yang digunakan sebagai
media propaganda politik Amerika?
f. Apa itu film Rambo?
g. Apa itu film Top Gun?
h. Bagaimanakah realita budaya media, ideologi dan
politik di Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan Makalah
Setelah
merumuskan permasalahan-permasalahan yang menjadi dasar dari penyusunan makalah
ini, makalah ini pun memiliki tujuan yang mempunyai keterkaitan dengan
masalah-masalah yang telah dirumuskan, diantaranya:
a. Untuk mengetahui apa
itu cultural studies dan budaya media?
b. Untuk memahami bagaimanakah hubungan antara ideologi
dan budaya media?
c. Untuk memahami bagaimanakah pengaruh Amerika dalam
perang Vietnam dan perang Teluk?
d. Untuk mengetahui bagaimanakah kondisi Amerika selama
masa kepemimpinan Ronald Reagan?
e. Untuk mengetahui apa sajakah film-film Hollywood yang
digunakan sebagai media propaganda politik Amerika?
f. Untuk mengetahui apa itu film Rambo?
g. Untuk mengetahui apa itu film Top Gun?
h. Untuk memahami bagaimanakah realita budaya media,
ideologi dan politik di Indonesia?
1.4
Manfaat
Penulisan Makalah
Makalah
ini ditulis dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna untuk membantu memperbaiki
kesalahan bahasa yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah juga sekaligus sebagai arena berlatih bagi penyusun
untuk terbiasa menulis guna menghadapi kewajiban sebagai akademisi yang harus
aktif menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah.
Adapun manfaat penulisan makalah ini secara
praktis mencakup hal-hal yang telah disebutkan pada latar
belakang penulisan makalah, yaitu untuk membantu mengedukasi mengenai
keberagaman yang memang telah menjadi ciri khas bangsa ini, dan juga untuk
menginformasikan dan lebih menggali lagi unsur-unsur kebudayaan Batak yang
mungkin selama ini belum banyak diketahui oleh rekan-rekan kami di Program
Studi Pendidikan IPS, maupun masyarakat luas secara umum. Semoga apa yang kami
tulis ini bermanfaat
1.5
Metode Penulisan Makalah
Makalah yang berjudul “Budaya Media, Politik Dan Ideologi”ini terdiri atas :
- Bab I :Pendahuluan. Bagian ini menguraikan masalah yang akan dibahas yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, dan sistematika uraian.
- Bab II :Isi. Bagian ini memuat uraian tentang hasil kajian penulis dalam mengeksplorasi jawaban terhadap masalah yang diajukan, yang dilengkapi oleh data pendukung yang relevan.
- Bab III : Penutup. Bagian ini merupakan kesimpulan, yaitu makna yang diberikan penyusun terhadap hasil diskusi/uraian yang telah dibuat pada bagian isi. Dan juga saran-saran yang dapat penyusun berikan untuk menjawab rumusan makalah yang telah dirumuskan sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Cultural Studies dan Budaya Media
Cultural studies adalah
bahwa ia merupakan bidang yang baru dan terbuka dalam proses membuat- kembali,
dan campur tangan apapun hendaknya hanya berupa menawarkan beberapa sudut
pandang atau analisis baru, dan tidak berupaya mengakibatkan penutupan teoritis
apapun. Jadi sesungguhnya cultural studies merupakan sebuah wilayah tatagan
yang tebuka pada banyak campur tangan dan perkembangan.ada beberapa kelompok
berperan dalam cultural studies seperti teori feminis dan multikulturalis
seputar ras, kesukuan, kebangsaan, subalternitas, dan pilihan seksual-lah, kita
dapat beralih kepada berbagai kritik penindasan dan teori perlawanan tertentu.
Membaca budaya secara
politis juga dapat meliputi pandangan untuk melihat bagaimana beragam artefak
budaya media menproduksi berbagai pergulatan sosial yang ada dalam berbagai
dalam citra, pertunjukan dan kisah mereka. menurut Douglas Kellner (2010: 76)
mengatakan bahwa menurut beliau dan Michael Ryan menunjuakan bagaimana berbagai
pergulatan dalam kehidupan sehari- hari dan politik ini lebih luas disuarakan dalam
film populer, seperti dalam Camera
Politica: The Politics Anad Ideology Of Contemporary Hollowood Film(1988),
yang pada gilirannya di manfaatkan dan mengakibatkan beragam dalam kontek-
kontek ini. Beberapa genre film hollywood pada tahun 1960- hingga tahun 1980-an
“mentranskodekan” berbagai wacana sosiald an politik yang bersaing,dan
mewakilin pandangan- pandangan politik tertentu terhadap perdebatan seputar
perang Vietnam dan tahun 1960-an, gender dan keluarga, kelas, dan ras,
perusahaan dan negara, hukum luar negeri dan dalam negeri AS, serta dan
berbagai persoalan lain yang memenuhi pikiran masyarakat AS selama bberapa
waktu dekade terakhir.
Contoh beberapa film tahun 1960-an menghadirkan
berbagai wacana anti- perang dan
memajukan pandangan- pandangan budaya- tading 1960-an (Vietnam: The Year Of The Pig), sementara yang lain seperti the
green berets (1967), menhadirkan representasi positif terhadap campur tangan AS
di Vietnam dan menyerang budaya- tanding. Sepanjanga tahun 1970-ana samapai
dengan 1990-an, budaya media secara umu menjadi medan peranga nata beragam
kelompok sosail yang bersaing, denga beberapa artefak yang memajukan pandangan liberal atau radikal, sementara
lain memajukan konservartif.
Beberapa teks budaya
media memajukan berbagai pandangan hal- hal seperti gender, pilihan seksual,
ras, maupun kesukuan, sementara lain mengutarakan beberapa bentuk mapan dari
raslisme dan seksisme. Dari sudut pandangan ini budaya media adalah sebuah
persaingan represtasi dan mereproduksi bebagai pergulatan sosial yang ada,
serta mentranskodekan beberbagai wacana politikmdi masanya. Maka lebih jauh
lagi cultural studies menelaah berbagai dampak dari teks- teks budaya media,
dan beragam cara citra, sosok, dan wacana media berfungsi dalam budaya.
2.2 Ideologi Dan Budaya
Media : Berbagai Metode Kritis
Beberapa tradisi
Marxian seperti :
·
Leninisme ortodoks
·
Mazhad frankfurt
·
Althusser
Cenderung
memperandaikan adanya gagasan ideologi yang monolitik, maupun sebuah kelas
berkuasa yang secara jelas dan tegas meyuarakan berbagai kepentingan kelasnya
dalam sebuah kepentingan ideologi. gagasan ini mereduksi idelogi menjadi
pembelaan kepentingan- kepentingan kelas, dan karenanya bersifat ekonomistik,
dengan ideologi yang merujuk terutama pada, dan terkadang hanya pada, berbagai
gagasan yang mengabsahkan penguasaan kelas oleh kelas berkuasa yang
berkapitalis
Teori kritis berupaya
memberikan sumbangsih bagi pratik, dan cultural studies kritis bertujuan
memberdayakan orang- orang, dengan memberi mereka peralatan untuk mengkritik
berbagai bentuk budaya, citra, tulisan, dan genre dominan.
Feminisme dan kritik
rasialisme merupakan bagian yang penting dalam cultural studies multikultural.
Penyerhanaan secaramendasar terkait dengan ciri utama ideologi, seperti
pengabsahan, penguasaan, penguasaan, serta mistifikasi, dan penggambaran batas-
batas (antara berbagai sistem, kelompok, nilai, dan seterusnya yang konom
rendah dan unggul) juga memainkan peran di proses ini.
Sebuah
cultural studies yang kritis dan multikultural harus melakukan kritik terhadap
berbagai penyerdahanaan, pembakuan, dan ideologi, yang melacak kembali beberapa
penggolongan dan batasan yang telah terbakukan ke asal- usul sosial mereka, dan
yang mengkritik berbagaipembiasan, pengaburan, dan pemalsuan yang ada
didalamnya. Dengan demikian, salah satu fungsi budaya media dominan adalah
untuk menjaga batas da untuk mengabsahkan kekuasaan dari berbagai kekuatan
kelas, ras, dan gender heg emonik.
Tetapi feminisme, Marxisme, dan teori multikulturl mencari kritik terhadap
batas- batas, berfokus, dan sitem oposisi biner yang menyusun kelas, seksis,
rasialis, serta berbagai wacana ideologi lainnya.Segala bentuk teori kritis tersebut,
karenanya merupakan senjata untuk mengkritik dalam perjuangan untuk masyarakat
yang lebih manusiawi, dan melihat ideologi sebagai hal yang menyediakan
fondasi- fondasi teoritis dari berbagai sistem penguasaan.
Maka beragam penentu seperti ras, kelas, gender,
pilihan seksual, dan ideologi disuarakan dalam kerangka organisasi masyarakat
yang ada serta berbagai pergulatan untuk mendapatkan kekuasaan yang da dalam
masyarakat.Untuk mengilustrasikan pendekatan multi kultural dan kebutuham
memperluas gagasan kritik ideologi. Dalam pembacaan atas film- film Rambo, yang
menekankan cara- cara mereka mentranskodekan ideologi Reaganis tertentu, dan
menganalisi berbagai segi dan strategis ideologis dari film- film tersebut,
termasuk ideologi kelas, ras, gender, dan politik.
Yang di pertaruhkan adalan pengembangan media
cultural studies yang dapat menganalisi, pertama- tama, bagaimana budaya media
mentranskodekan berbagai pandangan dalam berbagai pergulatan politik yang ada,
dan pada gilirannya menyediakan representasi yang membangkitkan persetujuan
terhadap pandangan- pandangan politik tertentu melalui citra, pertunjukan,
wacana, cerita, serta berbagai bentuk budaya media lainnya. Lalu beragam dampak
sosial nyata dari fenomena tersebut hendaknya dilacak.
2.3
Amerika dalam Perang Vietnam dan Perang Teluk
Sudah bukan hal yang
asing bukan apabila kita mendengar Amerika Serikat, dengan membawa “janji-janji
manis” menjunjung perdamaian dunia dengan jalan mengadakan invasi atau serangan
terhadap negara-negara lain terutama negara-negara di asia. Begitupun yang
terjadi sejak awal abad 20 hingga di abad 21 ini, dengan membawa nama sebagai
anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan juga sebagai negara adidaya, dengan segala
kekuasaan dan kehebatan angkatan perangnya, Amerika seakan mampu menjadikan
segala alasan, baik yang sebenarnya nyata ataupun hanya alasan yang terlalu
dibuat-buat sebagai pembenaran atas penyeranganya ke berbagai negara-negara yang
malang tersebut.
Jika sepuluh hingga dua
puluh tahun ke belakang ini, Amerika sudah menginvasi beberapa negara-negara di
kawasan Timur Tengah seperti Irak, Afghanistan, dll. Maka beranjak pada sejarah
yang lebih jauh lagi, maka kita akan menemukan lagi catatan hitam Amerika dalam
upaya menunjukan hegemoni kekuasaanya dalam perang Vietnam, perang Teluk, dll
yang dengan menyedihkanya seakan kenyataan itu dipelintir dan diputarbalikan oleh
pihak Amerika sendiri dengan dibuatnya berbagai film yang seolah menunjukan
bahwa serangan-serangan yang dilakukan oleh Amerika tersebut sebagai sebuah
misi suci, dan para prajuritnya adalah pahlawan-pahlawan suci yang sedang
berjuang menegakan kebenaran.
Seperti dalam film
Rambo, yang menggambarkan figure John Rambo, seorang veteran perang Vietnam
yang kembali ke Tanah Air nya namun harus menghadapi kehidupan yang sulit
selepas kembali ke Amerika. Perang yang bagi Amerika dimulai sejak 9 Februari
1965, seiring dengan pengiriman pasukan pertama Amerika Serikat ke
Vietnam.Perang inipun sebenarnya membawa kerugian yang cukup besar bagi
Amerika, terutama menyangkut dengan korban jiwa.Tercatat 58.209 orang meninggal
dunia dan lebih dari 150 ribu orang terluka.
Seolah
selalu berusaha menunjukan “taringnya” setiap ada kesempatan, 25 tahun
kemudian, tepatnya di tahun 1990, saat dimulainya penyerangan Irak terhadap
Kuwait, Amerika bersama sekutu-sekutu nya yang tergabung dalam koalisi PBB pun
ikut menyerang dan menyudutkan Irak di bawah kepemimpinan Saddam Husein, dengan
dalih menghentikan “perbuatan buruk” Irak dan Saddam Husein. Peristiwa yang dimana secara aneh telah diramalkan dalam
film Iron Eagle I dan II. Bersama-sama
kedua film ini menggambarkan pergerakan ke arah gencatan senjata dengan
Uni Soviet dan kemunculan musuh besar baru dalam wujud Saddam Husein dan Irak (Kellner,
2010:114). Film-film ini menyumbang bagi munculnya sentiment anti Arab pada
,masa itu, dengan menghadirkan citra-citra negatif teroris pada diri rezim
Arab.
2.4
Amerika dalam Masa Ronald Reagan
Siapa yang tak
kenal dengan Ronald Reagan? Presiden tampan yang mengawali kariernya sebagai
bintang radio, film dan televisi ini juga dikenal sebagai salah satu nama
presiden Amerika yang paling bersinar. Pria yang bernama lengkap Ronald Wilson
Reagan ini lahir di Illinois pada 6 Februari 1911 dengan pendidikan terakhir
Bachelor of Arts di bidang ekonomi dan sosiologi di Eureka College. Reagan
sendiri memulai karir pertamanya sebagai seorang actor pada tahun 1937 dengan
membintangi “Love Is on The Air”. Reagan pun sebelumnya pernah menjabat sebagai
Gubernur Wilayah California di tahun 1967-1972, dimana karirnya terus menanjak
sehingga berhasil terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat masa
jabatan1981-1986 dari partai Republik.
Sebagai
presiden, Reagan menerapkan sistem politik dan ekonomi yang baru yang diberi
nama Reagonomik, yang menganjurkan mengurangi tarif pajak untuk memacu
pertumbuhan ekonomi, mengendalikan suplai uang untuk menurunkan inflasi,
deregulasi ekonomi dan mengurangi pengeluaran pemerintah.
Di tengah-tengah keputusan politik
dan ekonomi yang dibuatnya, ternyata Reagan pun tak dapat menolak darah seni
yang memang telah terlanjur mengakar dalam dirinya sebagai seorang aktor,
Reagan pun nampaknya sangat pandai untuk
memanfaatkan bakatnya dalam bidang seni.
Sederet film yang ditenggarai lahir dari ide-idenya untuk memanfaatkan media
sebagai salah satu sarana propaganda politik Amerika, sehingga pada masanya di
industri perfilman Hollywood banyak lahir film-film yang bertema peperangan
sebagai sebuah misi suci bagi bangsa Amerika, isu-isu rasialis, hingga
visualisasi kesempurnaan pria yang berkarir di militer yang sejatinya adalah
sebagai alat propaganda politik Amerika, bahwa invasi-invasi yang dilakukan
oleh Amerika adalah demi kedamaian dunia, bahwa Amerika disini hanyalah korban
dari kekejaman bangsa-bangsa yang menjadi musuh dari Amerika. Film-film ini seperti
Rambo, Iron Eagle, Top Gun, Delta Force dan berbagai film lain yang diproduksi
dalam kurun waktu 1980-1990an yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
2.5
Film-film Hollywood sebagai media propaganda politik Amerika Serikat
Seperti yang
telah sedikit disinggung pada sub bab sebelumnya, bagaimana pada masa
kepemimpinan Ronald Reagan, Hollywood sebagai mesin pencetak film-film Amerika
mendapatkan sedikit fungsi tambahan yakni sebagai corong propaganda politik
Amerika. Hal ini dapat tergambarkan dengan film-film yang box office yang
diproduksi oleh Hollywood selama masa kepemimpinan Reagan, yaitu dalam kurun
tahun 1981-1989, diantara film-film yang sangat popouler di seluruh penjuru
dunia pada masa itu hingga saat ini seperti Rambo, Top Gun, Delta Force, Iron
Eagle, dsb.
Film-film
ini seperti sengaja dihadirkan, terutama karena pada saat itu nampaknya sedikit
sekali film-film dengan tema berkualitas.Film-film dengan genre action yang
penuh dengan laga sekaligus tokoh yang rupawan seolah menjadi oase pada saat
itu.Namun yang lebih penting bukan hanya keberadaan Sylvester Stallone, Tom
Cruise ataupun Chuck Norris yang pada akhirnya menjadi fokus kami terhadap
film-film tersebut.Tetapi bagaimana film yang nampaknya seperti sebuah hiburan
semata, ternyata mengandung pesan terselubung di dalamnya tentang peperangan
dan penyerangan.
Dalam
film-film tersebut, Amerika seolah berusaha meyakinkan penduduk dunia, bahwa
penyerangan ataupun perang-perang dimana mereka terlibat di dalamnya adalah
sebuah opsi terpaksa yang harus mereka lakukan demi menjaga perdamaian dunia,
bahwa mereka adalah bangsa-bangsa teraniaya yang dalam film Nampak kesulitan
melawan bangsa-bangsa lain yang padahal dalam dunia nyata tidak memiliki
kemampuan sehebat yang ditampilkan dalam film.
Sekali lagi, tentu tidak semua orang
akan begitu mudah menangkap propaganda yang “disusupkan” oleh pemerintah
Amerika dalam film tersebut. Pun sebenarnya bukan hanya masalah propaganda saja
yang dikhawatirkan dalam film tersebut, dampak yang ada ternyata jauh lebih
luas dari pada itu. Di berbagai belahan dunia, terutama di Amerika, muncul
sejumlah kasus terjadinya kejahatan ataupun gangguan di masyarakat yang
disebabkan oleh orang-orang tersebut mengalami halusinasi seakan-akan menjadi
sosok-sosok superhero seperti dalam film-film tersebut.Lantas jika telah
terjadi hal yang seperti demikian, apakah dampak dari film tersebut memang
lebih luas daripada yang diharapkan oleh pembuatnya sendiri, entahlah.
2.6
Rambo, veteran perang Vietnam yang terlupakan
Rambo,
adalah sebuah film produksi Hollywood yang terdiri atas beberapa sekuel, yaitu First Blood, Firefox, dan Rolling Thunderyang pertama kali rilis
di tahun 1982. Film ini menceritakan
tentang kisah John Rambo, seorang veteran special forces Amerika dalam
peperangan melawan Vietnam di tahun 60-an. Di film pertama di tahun 1982,
diceritakan bahwa Rambo sedang mencari anggota unitnya, yang ternyata ia
temukan fakta bahwa anggotanya tersebut telah tewas, hingga akhirnya ia
ditangkap oleh sheriffdi suatu kota.
Merasa tak terima dengan perlakuan seakan-akan ia adalah manusia tak berjasa
bagi negara nya, Rambo menyatakan perang terhadap lembaga-lembaga penegak hukum
dan lembaga pertahanan nasional. Sementara di film kedua di tahun 1985, Rambo
diubah menjadi seorang petarung super yang menyelamatkan para tahanan perang AS
yang masih ditahan di Vietnam.
Film Rambo menggabungkan rangkaian
“kembali ke Vietnam” dengan rangkaian lain yang menunjukan para veteran yang kembali,
yang mengubah diri mereka dari orang-orang terbuang yang terluka dan
kebingungan menjadi petarung super. Upaya-upaya sinematis tersebut juga
menyediakan kompensasi simbolis atas kehilangan, rasa malu, dan rasa bersalah,
dengan menyajikan Amerika sebagai seorang “baik hati” yang kali ini menang,
sementara musuh-musuh komunisnya digambarkan sebagai golongan yang menerima
kekalahan yang “pantas”. Di sisi lain, Rambo dan berbagai film
pahlawan-bodoh-stallone-norris dapat dibaca sebagai ungkapan paranoia pria
kulit putih yang menyajikan pria kulit putih sebagai korban dari berbagai musuh
asing, ras lain, pemerintah dan masyarakat secara umum.
2.7
Top Gun, pesona ketampanan Tom Cruise
Top Gun (1986) adalah
salah satu film tahun 80'an yang menyimbolkan etos militer Reagan, membela
kekuatan militer dan menyebarkan nilai konservative. Top Gun menggambarkan
kepahlawanan individualistik, keberanian militer dan nilai konservatif
Amerika.Menceritakan konflik dua kutub (idiologi kapitalis-sosialis), perang
antara kebaikan melawan kejahatan dimana Amerika adalah pihak yang baik. Film
Top Gun dibuat saat perang dingin hampir usai, sehingga tidak secara
terang-terangan mengejawantahkan negara sosialis-komunis sebagai penjahat
seperti pada film lain. Pihak penjahat dalam Top Gun hanya dijelaskan dengan
ciri-ciri, misalnya: pihak lawan menggunakan pesawat MIG yang merupakan pesawat
Uni Soviet, meski pilot MIG memakai helm bertanda bintang merah, namun pada
masa itu Amerika juga bermusuhan dan mengebom Libya, jadi konteks
"musuh" pada Top Gun bisa saja Uni Soviet, Libya, atau negara Arab
anti Amerika yang menggunakan pesawat Uni Soviet. Top Gun berkisah seorang
Maverick (Tom Cruise) yang bergabung dengan sekolah angkatan udara Amerika. Maverick
memulai kompetisinya dengan "Ice Man" pilot pesawat tempur top. Ice
Man dan parternya, Slider dicitrakan sebagai pemuda Amerika yang sangat percaya
diri, istimewa, dan meyakinkan bahwa mereka adalah yang terbaik dan pantas
memperoleh apa yang mereka dapat. Sementara Mavarick dan sahabatnya, Goose
karakternya lebih marginal, awalnya mereka adalah underdog yang kemudian
menjadi pemenang dalam kompetisi.Sukses dengan perempuan adalah bagian dalam
"Top Gun".Setelah selesai orientasi, para pilot pergi ke bar lokal
dan tentu saja bertemu dengan perempuan cantik. Pesan pada adegan bar : lelaki
militer adalah partner yang menarik, dan memposisikan perempuan untuk memuja
pria berseragam. Kemudian pesan bagi para lelaki: jika Anda bergabung dengan
militer, memakai seragam, menunjukkan tanda jasa dan pangkat, pasti memiliki
nilai lebih di mata perempuan. Singkatnya "Military Guys Get the
Girls". Maverick mendapatkan sosok Charlie (Kelly Mc Gillis) di bar, dan
ternyata Charlie adalah instrukturnya di sekolah pilot.Charlie merepresentasikan
kehadiran perempuan di militer, sosoknya kuat, namun toh pada akhirnya menjadi
subordinat terhadap Maverick.Kisah kepahlawanan terjadi saat Maverick dan Goose
berlatih, pesawat jatuh dan Goose meninggal. Maverick merasa bersalah dan
keluar dari sekolah pilot, namun Viper (Tom Skerrit) teman almarhum ayah
Maverick, membujuknya untuk tidak keluar sampai wisuda. Kemudian, pada saat
wisuda terdapat panggilan darurat, pesawat komunikasi Amerika hilang dan harus
diselamatkan. Pesawat MIG ada di sekitar area dan dikhawatrikan musuh (MIG)
akan mendapati pesawat komunikasi tersebut. Ice Man, Maverick dan Merlin
dipilih untuk mengatasi keadaan. Pada akhirnya bisa ditebak, Maverick
menyelamatkan pesawat komunikasi sekaligus menyelamatkan Ice Man yang nyaris
tewas dalam misi serta menghabisi riwayat MIG.
Kejeniusan
film Top Gun, yang menyajikan sebuah cerita yang relative sederhana dengan
sedikit kalaupun ada momen yang kritis secara social dan memiliki banyak makna,
suara sumbang kritis, dan elemen-elemen sampingan. Film tersebut secara
keseluruhan mengistimewakan posisi maverick, seorang yang dibuat agar ditiru
oleh penonton, dan disetujui tanpa mempertanyakan berbagai nilai dan
tujuannya.Tom Cruise dan Top Gun memberi banyak sumbangan bagi akademi angkatan
lautkarena membuat banyaknya antrian untuk menjadi Angkatan Laut.
2.8
Budaya Media, Ideologi dan politik di Indonesia
Mungkin
keberadaan media sebagai alat propaganda politik di Indonesia belum berkembang
sepesat di Amerika.Bentuk-bentuk propaganda politik di Indonesia mayoritas
masih terpaku pada bentuk-bentuk iklan, baik media cetak maupun media
elektronik.Sedangkan untuk bentuk-bentuk seperti lagu ataupun film jumlahnya
masih sangat terbatas, mungkin karena dipengaruhi oleh tingkat minat konsumen.
Salah
satu film paling fenomenal terkait propaganda politik di Indonesia, menurut
kami adalah fil G30S yang disutradarai oleh Arifin.C Noer.Bagaimana film itu
menggambarkan tentang kekejaman peristiwa G30S yang selalu menyudutkan dan
mendoktrin bahwa kejadian tersebut didalangi oleh partai berhaluan kiri
terbesar di Indonesia.
Selain
daripada film tersebut, kebanyakan film-film lainya lebih bertemakan kepada
propaganda ideologi nasionalisme, sederet judul seperti trilogi merah putih,
tanah air dan hati merdeka.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Cultural studies
adalah bahwa ia merupakan bidang yang baru dan terbuka dalam proses membuat-
kembali, dan campur tangan apapun hendaknya hanya berupa menawarkan beberapa
sudut pandang atau analisis baru, dan tidak berupaya mengakibatkan penutupan
teoritis apapun.
Beberapa
teks budaya media memajukan berbagai pandangan hal- hal seperti gender, pilihan
seksual, ras, maupun kesukuan, sementara lain mengutarakan beberapa bentuk
mapan dari raslisme dan seksisme. Dari sudut pandangan ini budaya media adalah
sebuah persaingan represtasi dan mereproduksi bebagai pergulatan sosial yang
ada, serta mentranskodekan beberbagai wacana politikmdi masanya.
Sebuah cultural studies
yang kritis dan multikultural harus melakukan kritik terhadap berbagai
penyerdahanaan, pembakuan, dan ideologi, yang melacak kembali beberapa
penggolongan dan batasan yang telah terbakukan ke asal- usul sosial mereka, dan
yang mengkritik berbagaipembiasan, pengaburan, dan pemalsuan yang ada
didalamnya.
Yang di pertaruhkan
adalan pengembangan media cultural studies yang dapat menganalisi, pertama-
tama, bagaimana budaya media mentranskodekan berbagai pandangan dalam berbagai
pergulatan politik yang ada, dan pada gilirannya menyediakan representasi yang
membangkitkan persetujuan terhadap pandangan- pandangan politik tertentu melalui
citra, pertunjukan, wacana, cerita, serta berbagai bentuk budaya media lainnya.
Lalu beragam dampak sosial nyata dari fenomena tersebut hendaknya dilacak.
Di Amerika pada masa
pemerintahan Ronald Reagan (1981-1989) budaya media, politik dan ideologi ini
terasa sangat kental melalui kehadiran film-film yang bertemakan peperangan dan
satu sosok sentral yang diangkat jiwa kepahlawanan dan jiwa kepatriotan
nya.Sederet film seperti Rambo, yang menjelaskan tentang kehidupan John Rambo,
seorang veteran tentara Amerika pada masa perang Vietnam. Lalu ada Top Gun
dengan kehadiran Tom Cruise muda dan kerupawanan wajahnya dan sederet film-film
lain seperti Iron Eagle, Delta Force, dll.
Bagaimanapun bukan
hanya Amerika yang menjadikan media, baik cetak maupun elektronik sebagai salah
satu cara untuk menanamkan pengaruh dan ideologi mereka. Berbagai negara di
dunia pun sebenarnya melakukan itu untuk menyampaikan ideologi-ideologi
mereka.Karena percaya atau tidak, media (terutama media elektronik) adalah
salah satu sarana penyampaian propaganda paling mudah dan hasilnya pun dapat
menjangkau banyak pihak.
Di Indonesia sendiri
pun, dalam pengamatan kami ada beberapa film yang cenderung untuk mengarahkan
orang-orang pada suatu pemahaman tertentu. Yang paling fenomenal tentunya
adalah film yang menceritakan tentang G30S, yang pada masa-masa sebelumnya
selalu ditayangkan di televise untuk mengenang peristiwa berdarah tersebut.
Film ini seakan “mengarahkan” dan mendoktrin agar kita meyakini kebenaran bahwa
peristiwa tersebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia. Beralih kepada
masa-masa selanjutnya dimana manusia-manusia Indonesia telah menjadi semakin
kritis, film-film bertema penanaman ideologi terutama kepada penanaman rasa
nasionalisme seperti film Merah Putih, Tanah Air, Hati Merdeka, dll.
DAFTAR
PUSTAKA
Kellner, Douglas. (2010). Cultural Studies, Identitas, dan Politik ;
antara modern dan postmodern. Jakarta : Jalasutra
_______. (______). Perang Vietnam.http://id.m.wikipedia.org/wiki/Perang_Vietnam [diakses pada 28 Februari 2014 20:35]
_______. (______). Ronald Reagan. http://en.m.wikipedia.org/wiki/Ronald_Reagan [diakses pada 28 Februari 2014 20:15]
Akbar,
Arif. (_____). Rekam Gerak Negara Dalam
Sinema. http://arifakbar.jpg.wordpress.com/author/page/9/
[diakses pada 28 Februari 2014 20:49]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar