BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengingat bahwa pembuatan makalah ini merupakan salah satu penunjang
dalam rangka pemenuhan salah satu tugas mata kuliah “Perkembangan Masyarakat Indonesia”. Maka
dipandang perlu dalam penyelasaian makalah ini. Makalah ini juga dirancang dengan tujuan sebagai bahan
presentasi.
Selayaknya manusia
sebagai insan sosial yang membutuhkan hubungan dengan orang lain, sebuah negara
pun pasti membutuhkan interaksi dengan negara lain. Namun, dalam setiap
hubungan pasti ada kalanya terlibat masalah atau ketidakakuran. Salah satu cara
penyelesaian masalah selain konfrontasi, ada satu upaya lain yang mengupayakan
perdamaian tanpa harus ada kekerasan, yaitu diplomasi atau perundingan.
Begitupun dengan Indonesia,
sebagai sebuah negara yang telah lahir lebih dari setengah abad, Indonesia pun
memiliki sejarah diplomasi yang cukup panjang, yang telah dirintis oleh para
bapak pendiri negara ini.
Dengan bergulirnya waktu
pun, telah membuat Indonesia memiliki banyak para diplomat-diplomat muda yang
namanya begitu terkenal di kancah dunia. Mulai dari wakil presiden pertama
republik ini, Drs. Mohammad Hatta, sampai yang hidup pada masa ini, yaitu Jusuf
Kalla.
B.
Rumusan Masalah
Setiap pembuatan makalah tentu memiliki permasalahan yang akan dibahas.
Permasalahan yang kami angkat diantaranya:
1. Apa pengertian diplomasi?
2. Apa kegunaan dari
diplomasi?
3. Bagaimana pembagian kurun
waktu diplomasi di Indonesia?
4. Bagaimana diplomasi Indonesia pada masa revolusi?
5. Bagaimana diplomasi Indonesia dalam menghadapi integrasi
dan disintegrasi?
6. Bagaimana diplomasi Indonesia dalam menghadapi
gerakan separatisme daerah?
7. Bagaimana diplomasi Indonesia
dalam menghadapi perebutan wilayah dengan negara tetangga?
C.
Tujuan Makalah
Adapun tujuan yang kami harapkan adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian diplomasi?
2. Untuk memahami kegunaan
dari diplomasi?
3. Untuk mengetahui kurun
waktu diplomasi di Indonesia?
4. Untuk mengerti bagaimana diplomasi Indonesia pada masa revolusi?
5. Untuk mengerti bagaimana diplomasi Indonesia dalam menghadapi integrasi
dan disintegrasi?
6. Untuk mengerti bagaimana diplomasi Indonesia dalam menghadapi
gerakan separatisme daerah?
7. Untuk mengerti bagaimana
diplomasi Indonesia dalam menghadapi perebutan wilayah dengan negara tetangga?
D.
Sistematika Penulisan Makalah
Bab 1 pendahuluan, bab ini berisi latar
belakang penulisan makalah, rumusan masalah penulisan makalah, tujuan penulisan
makalah, juga berisi mengenai sistematika penulisan makalah.
Bab 2 pembahasan, bab ini membahas mengenai pengertian diplomasi, lalu
diplomasi Indonesia pada zaman perang kemerdekaan, menghadapi integrasi dan
disintegrasi beberapa wilayah di Indonesia, melawan gerakan separatisme di
beberapa daerah, sampai dengan menghadapi negara tetangga dalam kasus perebutan
wilayah.
Bab 3 penutup, bab ini membahas
mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan-rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
Diplomasi
adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (biasanya disebut diplomat)
yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri
biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional yang biasanya mengurus
berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang
menganggap diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang
halus. Perjanjian internasional umumnya dirundingkan dulu oleh para diplomat
sebelum disetujui oleh para pemimpin negara. Istilah diplomacy diperkenalkan ke dalam
bahasa inggris pada tahun 1796 oleh edward burke, dari sebuah kata dalam bahasa
prancis, diplomatie.
Indonesia
pun memiliki sejarah diplomasi yang
cukup panjang. Sejarah diplomasi Indonesia,
telah dimulai sejak bangsa ini baru saja lahir pada tahun 1945, dimana pada
zaman perang kemerdekaan
(tahun 1945-1950) atau dimulai dari proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai pada peristiwa pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia oleh Kerajaan Belanda pada 27 desember 1949.
Diplomasi adalah salah satu cara yang ditempuh oleh bangsa Indonesia , selain perjuangan dengan fisik,
berupa pertempuran, diplomasi pun ditempuh untuk mendapatkan pengakuan
kedaulatan seutuhnya dari para kaum imperialis. Baik imperialis barat, maupun
imperialis timur.
Selanjutnya diplomasi Indonesia pun dibagi ke dalam beberapa kurun waktu,
diantaranya adalah zaman perang
kemerdekaan, proses integrasi dan disintegrasi beberapa daerah di Indonesia , gerakan
separatisme beberapa daerah, hingga
pencaplokan wilayah dan pergeseran batas wilayah oleh negara tetangga.
1.
Zaman
Perang Kemerdekaan / Revolusi
Zaman
perang kemerdekaan ini berlangsung selam 5 tahun antara tahun 1945-1950, dimana
saat itu, bangsa Indonesia harus berjuang keras untuk terlepas dari
penjajahan, baik dari imperialisme barat maupun timur, juga berjuang agar
kedaulatan negara ini dapat diakui oleh
dunia internasional. Beberapa proses diplomasi yang terjadi pada kurun waktu
ini antara lain:
A. Perundingan
Linggarjati
Merupakan
pertemuan pertama antara Belanda dan Indonesia
dalam meja perundingan. Perundingan ini
dilaksanakan di linggarjati, suatu daerah di dekat Cirebon, Jawa Barat. Perundingan ini
berlangsung antara 10-15 november 1946. Namun, baru diratifikasi oleh kedua
negara pada 15 maret 1947. Dalam perundingan ini, Indonesia
diwakili oleh Sutan
Sjahrir yang saat itu
menjabat sebagai perdana menteri, dan delegasi Belanda yang diwakili oleh Prof.
Wim Shermerhorn dan dengan anggotanya H.J Van Mook. Sedangkan yang menjadi
pemimpin dalam perundingan ini adalah Lord Killearn asal Inggris.
Perundingan ini, menghasilkan 17
pasal, dan 4 diantaranya adalah:
1)
Belanda mengakui secara
de facto wilayah Republik Indonesia , yaitu Jawa, Sumatera, dan Madura.
2)
Belanda harus meninggalkan
wilayah Republik Indonesia paling lambat pada 1 januari 1949.
3)
Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk Republik Indonesia
Serikat.
4)
Dalam bentuk Republik Indonesia
Serikat, Indonesia harus tergabung dalam
commonwealth/persemakmuran Indonesia -Belanda,
dengan raja/ratu Belanda sebagai kepalanya.
Hasil
Perundingan Linggarjati ini, tentu saja banyak mendapatkan reeaksi keras. Baik
dari masyarakat umum, maupun darai kalangan partai politik seperti partai
masyumi dan partai PNI.
Namun, agar hasil perundingan ini dapat diterima, Presiden Soekarno
menambah anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat) dari 200 orang menjadi 514 orang. Bahkan dalam buku
api sejarah
2. Karya Ahmad Mansyur Suryanegara, dikatakan bahwa Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Mohammad Hatta
, mengancam akan melepas jabatan, jika penambahan anggota KNIP, dan hasil
Perundingan Linggarjati ini tidak disetujui.
Dan hasil Perundingan Linggarjati
ini pun dianggap batal, ketika Belanda melakukan pelanggaran dengan melakukan
penyerangan kepada Indonesia dalam agresi militer I.
Agresi
Militer I Belanda
Agresi
militer (operatie product) adalah suatu aksi polisionil yang dijalankan
terhadap Indonesia sebagai pelanggaran terhadap Perundingan
Linggarjati. Agresi ini terjadi pada 21 Juli-5 Agustus 1947. Sebelumnya, pada
15 Juli 1947, Van Mook mengeluarkan ultimatum agar Republik Indonesia menarik mundur pasukanya sejauh 10 Km dari
garis demarkasi yang telah ditetapkan. Namun, sebenarnya tujuan utama dari
serangan ini adalah untuk merebut daerah-daerah perkebunan kaya, dan daerah
yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Sasaran
utama dalam agresi militer ini adalah perkebunan tembakau di sumatera tuimur,
pantai utara di jawa tengah, dan perkebunan tebu, serta pabrik gula di jawa
timur.
Republik
Indonesia juga secara resmi mengadukan penyerangan ini
ke PBB, karena agresi militer ini dianggap telah melanggar perjanjian
internasional. Australia dan India
pun mendesak dewan keamanan PBB untuyk menghentikan aksi kekerasan pihak
Kerajaan Belanda ini. Dan, pada 17 Agustus 1947, atas resolusi Dewan Keamanan PBB melakukan
aksi gencatan senjata, dan sepakat untuk bertemu kembali dalam meja
perundingan. Dan dibentuk pula suatu komite untuk menjadi penengah antar Indonesia dan Belanda yang bernama commite of good office for Indonesia
(komite jasa baik untuk Indonesia ). Namun, lebih dikenal sebagai
komisi tiga negara (KTN) yang beranggotakan Australia (dipilih Indonesia ) diwakili oleh Richard C Kirby,
Belgia (dipilih oleh Belanda) diwakili oleh Paul Van Zeeland, dan Amerika
Serikat sebagai pihak netral yang diwakili oleh Dr. Frank Graham.
B. Perundingan
Renville
Setelah
Perundingan Linggarjati dianggap batal oleh adanya agresi militer I Belanda,
dan atas resolusi dewan keamanan PBB, maka Belanda- Indonesia kembali dipertemukan di dalam meja
perundingan. Perundingan ini bernama Perundingan Renville, karena terjadi di
atas sebuah kapal perang milik amerika serikat bernama US. S . Renville yang
berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Perundingan ini dimulai pada 8
Desember 1947, dan ditandatangani pada 17 Januari 1948. Bertindak sebagai wakil
dari delegasi Indonesia adalah perdana menteri Mr. Amir Sjarifudin,
dan delegasi dari Kerajaan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmojo,
seorang kolonel KNIL. Sedangkan pihak Amerika
Serikat sebagai pihak
mediator, dipimpin oleh Dr. Frank Porter Graham.
Pemilihan
Mr. Amir Syarifudin dari partai sosialis dan tidak beragama islam, walaupun
namanya berasal dari bahasa arab. Melainkan beragama kristen, dan pernah
bekerja sama dengan Van Mook pada masa pendudukan Jepang. Diharapkan
Perundingan Renville dapat menyelesaikan sengketa Indonesia -Belanda dengan baik (Suryanegara,
2010:241).\
Hasil
Perundingan Renville antara lain:
1) Belanda
hanya mengakui daerah Indonesia yang meliputi: Jawa Tengah (Surakarta,
Magelang, dan Purwodadi), Jogjakarta, Jawa Timur (Madiun, Ponorogo, dan
Kediri), serta sebagian kecil Jawa Barat (Banten).
2) Disetujuinya
sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Republik Indonesia dengan daerah pendudukan Belanda.
3) TNI
harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di
jawa barat dan jawa timur Indonesia di jogjakarta.
Akibat dari Perundingan Renville ini, di
Jawa Barat, sekitar 35.000
orang anggota divisi siliwangi harus ditarik ke jawa tengah melalui jalan laut
dan kereta api di bawah pimpinan Kol A.H Nasution. Namun, tidak semua pejuang Jawa Barat yang mematuhi
hasil perundingan ini. Seperti Laskar
Hizbullah di bawah kepemimpinan S.M Kartosuwiryo, dari daerah Garut yang menolak
keputusan perundingan ini. Ia kemudian mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia , dan kemudian pada 7 Desember 1949
mendirikan negara islam Indonesia (NII).
Gerakan yang berhasil menguasai sebagian
besar wilayah pedalaman jawa barat ini, tetap merupakan gerakan pemberontakan
daerah sampai Kartosuwiryo tertangkap dan dihukum mati pada tahun 1962 (Ricklefs,
2010:478).
Lagi – lagi Perundingan Renville pun
dianggap batal, ketika Belanda kembali membuat pelanggaran dengan melakukan
agresi militer Belanda II, hanya berjarak sekitar 11 bulan dari penandatanganan
perjanjian renville.
AGRESI MILITER II BELANDA
Aksi polisionil kedua Belanda ini
dimulai pada 19 desember 1948. Diawali dengan serangan terhadap Jogjakarta
sebagai ibukota Indonesia pada saat itu. Belanda tidak dapat menjumpai
pimpinan PKI
Amir Syarifudin dan
kawan-kawanya. Belanda
hanya berhasil menangkap dan menawan Presiden
Soekarno dan Wakil
Presiden Mohammad Hatta,
dan beberapa Menteri
lainya. Mereka juga tidak mampu menangkap Panglima
Besar Jenderal Soedirman (Suryanegara,
2010:261).
Dengan
serangan agresi militer kedua tersebut berhasil menangkap Presiden Soekarno,
wakil presiden Mohammad Hatta, serta beberapa menteri dibuang ke Bangka.
Kecuali panglima besar soedirman, yang tetap memimpin gerilya. Dengan
keberhasilanya menangkap Presiden
dan Wakil Presiden bersama beberapa
Menteri, Kerajaan Protestan Belanda menargetkan berakhirnya
Republik Indonesia (Suryanegara,
2010:264).
Ternyata anggapan Belanda ini keliru,
disaat terjadi kekosongan kekuasaan (vacuum of power) ini, Presiden Soekarno
mengirim sebuah telegram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara, selaku menteri
kemakmuran Republik Indonesia (Masyumi)
untuk membentuk Pemerintah Darurat
Republik Indonesia di Bukit
Tinggi, sumatera barat.
Namun, dalam kondisi perang, dimana keberadaan seseorang tidak dapat diketahui
dengan pasti, wakil presiden Hatta, dan menteri luar negeri H . Agus Salim
mengirimkan telegram kedua kepada Dr. Soedarsono, A. N Palar, dan Mr. A.A
Maramis di New
Delhi, India untuk membentuk
Exile Government Republik Indonesia ,
tetapi tetap harus mengkomunikasikan kepada Mr. Syafrudin Prawinegara sebagai Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia
. Dan, Agresi Militer II ini dapat dipatahkan oleh
serangan umum 6 jam dipimpin oleh Panglima Soedirman, Letkol Soeharto, dan
Komandan Brigade 10 Wehkreise III pada 1 maret 1949.
RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB
Dunia internasional masih dapat melihat
keberadaan Republik Indonesia walaupun presiden dan wakil presidenya
ditangkap dan dibuang oleh Belanda.
Tetapi, adanya Pemerintah Darurat Republik
Indonesia dan exile government, serta perjuangan A.N
Palar, wakil Indonesia , telah
membuktikan bahwa Indonesia masih ada.
Maka, pada 28 januari 1949,
dikeluarkanlah resolusi dewan keamana PBB yang isinya antara lain:
1) Belanda menghentikan agresi militer Belanda
kedua
2) Republik Indonesia , dan Kerajaan Belanda, akan berunding
kembali dalam Konferensi Meja Bundar
3) Mengembalikan
pemimpin Republik Indonesia dari tempat pembuangan ke Jogjakarta
4) Menyiapkan
undang-undang dasar Negara Indonesia sementara paling lambat 1 juli 1949
5) Komisi
Tiga Negara akan diganti
oleh unites commission for Indonesia (UNCI) yang beranggotakan Merle Cochran (Amerika Serikat), Critchley
(Australia), dan Harremans (Belgia).
C. PERUNDINGAN ROEM-ROYEN
Perundingan Roem-Royen ini sebenarnya hanyalah pemanasan
sebelum pelaksanaan Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Perundingan ini
dilaksanakan pada 14 April-7 Mei 1949 di hotel Des Indes, Jakarta. Dalam
perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Mr. Roem (ketua), Prof. Dr.
Soepomo, Ali Sostroamidjojo, J. Leimena, dan Latuharhary (anggota). Sedangkan Belanda
diwakili oleh menteri seberang lautan (menteri luar negeri) Mr. Van Royen.
Adapun hasil perundinganya adalah antara lain:
Pemerintah Republik Indonesia bersedia:
1) TNI segera menghentikan perang gerilya
2) Kerjasama menciptakan perdamaian dan ketertiban serta
keamanan
3) Bersedia ikut serta dalam perundingan konferensi meja
bundar (KMB) di denhaag, Belanda.
Sedangkan,
Pemerintah Kerajaan Protestan Belanda bersedia:
1) Menyetujui kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke jogjakarta
2) .Menghentikan aksi militer Belanda kedua dan membebaskan
kembali segenap tahanan politik.
3) Tidak mendirikan lagi negara boneka sesudah 19 desember
1948
4) Menyetujui Republik Indonesia
sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
5) Menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar sesudah
pemerintah Republik Indonesia kembali ke Jogjakarta (Suryanegara,
2010:274).
Setelah selesainya perundingan ini pada 6 juli 1949, Soekarno
dan Hatta kembali dari pengasingan ke jogjakarta. Dan pada 13 juli 1949 juga,
Mr. Syarifudin Prawiranegara selaku ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia
menyerahkan kembali mandatnya kepada Drs. Mohammad Hatta, wakil presiden
sekaligus perdana menteri, dengan sedikit memendam kekecewaan, karena
perundingan Roem-Royen tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan dirinya selaku
ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia,
tetapi langsung dibicarakan kepada pemimpin Indonesia yang pada saat itu sedang
dalam dibawah tekanan Belanda.
Dan pada 1 agustus 1949
diumumkanlah gencatan senjata yang akan berlaku di jawa pada 11 agustus, dan di
sumatera pada 15 agustus 1949 (Ricklefs, 2010:487).
KONFERENSI INTER INDONESIA
Untuk menghadapi
konferensi meja bundar, pihak republik Indonesia
merasa perlu menyamakan langkah antara
sesama rakyat Indonesia dan BFO (bijeenkomst voor federale overleg).
Konferenspai ini dilaksanakan pada 19-22 juli 1949 di jogjakarta, dan 31 juli-2
agustus di jakarta, yang menghasilkan keputusan antara lain:
Pertemuan di jogjakarta
pada 19-22 juli 1949 menghasilkan:
1) Negara Indonesia serikat disetujui dengan nama republik Indonesia serikat (RIS).
2) Republik Indonesia
serikat (RIS) akan dipimpin oleh seorang
presiden yang dibantu oleh menteri-menteri.
3) Republik Indonesia
serikat (RIS) akan menerima kedaulatan,
baik dari republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.
4) Angkatan perang republik Indonesia serikat (RIS), adalah angkatan perang
nasional, dan presiden RIS adalah panglima tertinggi angkatan perang RIS
5) Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS,
negara-negara bagian tidak akan mempunyai.
Sedangkan pertemuan di Jakarta pada 31 Juli-2 Agustus
menghasilkan:
1)
Bendera Republik Indonesia
Serikat adalah bendera merah putih.
2)
Lagu Kebangsaan
adalah Indonesia raya.
3)
Bahasa resmi adalah
bahasa Indnesia.
4)
Presiden Republik Indonesia
Serikat dipilih wakil Republik Indonesia
dan BFO. Sedangkan pengisian MPRS
diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya 16 negara
bagian.
D.
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Merupakan perundingan terakhir sebelum Indonesia akhirnya mendapatkan pengakuan kedaulatan
seutuhnya dari Belanda. Perundingan ini dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada
23 Agustus-2 November 1949. Dimana pihak Indonesia diwakili oleh Drs. Mohammad Hatta, Mr.
Mohammad Roem, dan Prof. Dr. Mr. Soepomo. Belanda diwakili oleh Mr. Van
maarseven, sedangkan BFO diwakili oleh Sultan Hamid II dari pontianak, dan UNCI
diwakili oleh Chritchley.
Adapun hasil perundingan konferensi meja bundar antara
lain:
1)
Serah terima
kedaulatan dari pemerintah Kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat
kecuali Irian bagian barat dan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
2)
Dibentuknya sebuah
persekutuan Belanda- Indonesia , dengan monarki Belanda sebagai kepala negara.
3)
Pengambilalihan
hutang hindia Belanda oleh republik Indonesia
serikat.
Selanjutnya pada tanggal 27 desember 1949, akhirnya
pemerintah kerajaan Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia , namun tidak termasuk irian barat.
Dan, akhirnya pada saat peringatan hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang
kelima pada tanggal 17 Agustus 1950, semua struktur konstitusional semasa
tahun-tahun revolusi secara resmi dihapuskan (Ricklefs, 2010:489).
2.
INTEGRASI DAN DISINTEGRASI BEBERAPA WILAYAH DI INDONESIA
A. IRIAN BARAT
Pengembalian Irian Barat menjadi
masalah penting bagi pemerintah Indonesia
sejak tahun 1950, yaitu satu tahun
setelah penandatanganan KMB. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah Belanda
akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia
satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
Keputusan tersebut tidak pernah ditepati oleh Belanda. Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia berjuang dengan segala cara untuk merebut
kembali Irian Barat dari tangan Belanda. Dan perjuangan pemerintah untuk
merebut irian barat ditempuh dalam dua cara, yaitu diplomasi dan konfrontasi.
1.
Perjuangan Merebut Irian Barat
melalui Diplomasi
Sekalipun pada tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan
ketatanegaraan di Indonesia dari RIS
menjadi NKRI, tetapi masalah Irian Barat belum terselesaikan. Dan berikut
ini disampaikan beberapa pemaparan tentang proses diplomasi yang ditempuh oleh
pemerintah Indonesia .
a. Tanggal 4 Desember 1950 diadakan
konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan irian
barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.
b. Pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah negara kesatuan republik Indonesia , namun gagal.
c. Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal.
d. Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional, dibagi menjadi 3 peristiwa, diantaranya:
b. Pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah negara kesatuan republik Indonesia , namun gagal.
c. Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal.
d. Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional, dibagi menjadi 3 peristiwa, diantaranya:
1) Dalam Konferensi Colombo bulan April 1954, Indonesia memajukan masalah Irian Barat. Indonesia berhasil mendapat dukungan.
2) Pada tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat.
3) Dalam KAA tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat. Hingga tahun 1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat mengalami kegagalan. Karena mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari Belanda untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan konfrontasi.
2) Pada tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat.
3) Dalam KAA tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat. Hingga tahun 1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat mengalami kegagalan. Karena mengalami kegagalan dan tidak ada itikad baik dari Belanda untuk menyelesaikannya, maka pemerintah Indonesia mengambil jalan konfrontasi.
Pemerintah
Indonesia secara bertahap mulai mengambil langkah yang
konkrit dalam pembebasan Irian Barat. Langkah-langkah tersebut dilakukan
melalui konfrontasi ekonomi, politik, dan militer.
a.
Konfrontasi Ekonomi
Sejak tahun 1957 Indonesia melancarkan aksi konfrontasi dalam upaya
pembebasan Irian Barat. Jalan konfrontasi yang pertama ditempuh adalah
konfrontasi bidang ekonomi. Bentuk konfrontasi ekonomi dilakukan dengan
tindakan-tindakan berikut.
1) Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.
2) Pemerintah Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia .
3) Pemerintah Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda.
4) Pemogokan buruh secara total pada perusahan-perusahaan Belanda di Indonesia yang memuncak pada tanggal 2 Desember 1957.
5) Semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan mulai 5 Desember 1957 Pada saat itu juga dilakukan aksi pengambilalihan atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia . Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
1) Nasionalisasi de javasche Bank menjadi Bank Indonesia tahun 1951.
2) Pemerintah Indonesia melarang maskapai penerbangan Belanda (KLM) melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia .
3) Pemerintah Indonesia melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda.
4) Pemogokan buruh secara total pada perusahan-perusahaan Belanda di Indonesia yang memuncak pada tanggal 2 Desember 1957.
5) Semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan mulai 5 Desember 1957 Pada saat itu juga dilakukan aksi pengambilalihan atau nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia . Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Netherlandsche Handel Maatscappij (NHM) menjadi Bank Dagang Negara, Bank Escompto, dan percetakan de Unie.
Tindakan Indonesia yang mengambil alih seluruh modal dan
perusahaan Belanda menimbulkan kemarahan Belanda, bahkan negara-negara Barat
sangat terkejut atas tindakan Indonesia tersebut. Akibatnya hubungan Indonesia -Belanda semakin tegang, bahkan PBB
tidak lagi mencantumkan masalah Irian Barat dalam agenda sidangnya sejak tahun
1958.
b. Konfrontasi
Politik
Di
samping melalui konfrontasi ekonomi, pemerintah RI juga melakukan konfrontasi
politik. Pada tahun 1956 secara sepihak Indonesia
membatalkan hasil KMB yang dikukuhkan
dalam UU No 13 tahun 1956. Kemudian untuk mengesahkan kekuasaannya atas Irian
Barat, maka pada tanggal 17 Agustus 1956 pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan
ibukotanya Soa Siu. Wilayahnya meliputi wilayah yang diduduki Belanda serta
daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah
Zainal Abidin Syah. Selanjutnya dibentuk Partai Persatuan Cenderawasih dengan
tujuan untuk dapat segera menggabungkan wilayah Irian Barat ke dalam RI.
Pada
tanggal 4 Januari 1958 pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian
Barat (FNPIB). Tujuannya untuk mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian
Barat. Ketegangan Indonesia -Belanda
makin memuncak ketika Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda
pada tanggal 17 Agustus 1960.
c. Konfrontasi Militer
Untuk meningkatkan perjuangan, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta.
Untuk meningkatkan perjuangan, Dewan Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta.
Berikut ini isi lengkap Trikora:
Sebagai tindak lanjut dari Trikora,
pemerintah mengambil langkah-langkah berikut.
1) Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan ibukota KotaBaru.
2) Membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 13 Januari 1962. Sebagai Panglima Komando Mandala ditunjuk Mayjen Soeharto. Markasnya berada di Makasar.Berikut ini tugas Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.
a) Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer.
1) Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan ibukota KotaBaru.
2) Membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 13 Januari 1962. Sebagai Panglima Komando Mandala ditunjuk Mayjen Soeharto. Markasnya berada di Makasar.Berikut ini tugas Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.
a) Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer.
b) Menciptakan daerah bebas secara
defacto atau mendudukkan unsur kekuasaan RI di Irian Barat.
Untuk melaksanakan tugas-tugas
tersebut, maka Panglima Mandala menyusun strategi Panglima Mandala. Berikut ini
tahapan-tahapan dalam strategi Panglima Mandala tersebut.
1) Sampai tahun 1962, fase infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi sekitar sasaran tertentu.
2) Awal tahun 1963, fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, dan menduduki semua pos pertahanan musuh.
3) Awal tahun 1964, fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.
1) Sampai tahun 1962, fase infiltrasi dengan memasukkan 10 kompi sekitar sasaran tertentu.
2) Awal tahun 1963, fase eksploitasi dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, dan menduduki semua pos pertahanan musuh.
3) Awal tahun 1964, fase konsolidasi dengan mendudukkan kekuasaan-kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi peristiwa Laut Aru.
Ketiga MTB yaitu MTB RI Macan Tutul, MTB RI Harimau, dan MTB Macan Kumbang
diserang oleh Belanda dari laut dan udara. Ketika itu ketiga kapal sedang
mengadakan patroli di Laut Aru. Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih
komando MTB Macan Tutul dan memerintahkan kedua MTB lainnya mundur untuk
menyelamatkan diri. Dalam pertempuran tersebut, akhirnya MTB Macan Tutul
bersama Kapten Wiratno dan Komodor Yos Sudarso terbakar dan tenggelam. Dalam
rangka konfrontasi, pemerintah mengadakan operasi militer. Operasi militer yang
dilaksanakan antara lain Operasi Serigala (di Sorong dan Teminabuan), Operasi
Naga (di Merauke), Operasi Banteng Ketaton (di Fak-Fak dan Kaimana), dan
Operasi Jaya Wijaya. Operasi yang terakhir dilaksanakan adalah Operasi
Wisnumurti. Operasi ini dilaksanakan saat penyerahan Irian Barat kepada RI
tanggal 1 Mei 1963. Pada tanggal yang sama Komando Mandala juga secara resmi
dibubarkan.
d.
Pelaksanaan Pepera di Irian Barat
Konfrontasi Indonesia
dengan Belanda mengenai Irian Barat mendapat perhatian dunia. Badan PBB
pun mulai menunjukkan perhatiannya
dengan
mengutus Ellsworth Bunker (seorang diplomat Amerika Serikat) untuk menengahi
perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Bunker mengajukan rencana
penyelesaian Irian Barat yang terkenal dengan nama Rencana Bunker (Bunker’s
Plan). Berikut ini isi Rencana Bunker.
1). Belanda menyerahkan Irian Barat
kepada Indonesia melalui UNTEA.
2). Rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat, apakah ingin memisahkan diri atau tetap bersatu dengan RI.
3). Pelaksanaan penyelesaian Irian Barat selesai dalam jangka waktu dua tahun.
4). Untuk menghindari bentrokan fisik di antara pihak yang bersengketa diadakan masa peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
2). Rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat, apakah ingin memisahkan diri atau tetap bersatu dengan RI.
3). Pelaksanaan penyelesaian Irian Barat selesai dalam jangka waktu dua tahun.
4). Untuk menghindari bentrokan fisik di antara pihak yang bersengketa diadakan masa peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
Pemerintah RI menyetujui usul
tersebut, namun Belanda menolaknya. Amerika Serikat yang semula mendukung
posisi Belanda, berbalik menekan Belanda agar mau berunding dengan Indonesia . Akhirnya pada tanggal 15 Agustus
1962, Belanda bersedia berunding dengan Indonesia
. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan yang diberi nama Perjanjian New York. Dan berikut ini isi Perjanjian New York:
1).Penghentian permusuhan.
2. Setelah persetujuan disahkan, paling lambat 1 Oktober 1962 UNTEA menerima Irian Barat dari Belanda. Sejak saat itu, bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.
3. Pasukan Indonesia tetap tinggal di Irian Barat yang berstatus di bawah UNTEA.
4. Angkatan Perang Belanda dan pegawai sipilnya berangsur-angsur dipulangkan dan harus selesai paling lambat 11 Mei 1963.
5. Bendera Indonesia mulai berkibar 31 Desember 1962 di samping bendera PBB.
6. Pemerintah RI menerima pemerintahan di Irian Barat pada tanggal 1 Mei 1963.
7. Pada tahun 1969 diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Sebagai tindak lanjut dari Persetujuan New York, Sekjen PBB menunjuk Rolsz Bennet dari Guatemala sebagai Gubernur UNTEA merangkap wakil Sekjen PBB di Irian Barat. Berdasar Persetujuan New York tahun 1962, di Irian Barat diselenggarakan “act of free choice” atau Penentuan Pendapat Rakyat (pepera). Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari Republik Indonesia .
1).Penghentian permusuhan.
2. Setelah persetujuan disahkan, paling lambat 1 Oktober 1962 UNTEA menerima Irian Barat dari Belanda. Sejak saat itu, bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.
3. Pasukan Indonesia tetap tinggal di Irian Barat yang berstatus di bawah UNTEA.
4. Angkatan Perang Belanda dan pegawai sipilnya berangsur-angsur dipulangkan dan harus selesai paling lambat 11 Mei 1963.
5. Bendera Indonesia mulai berkibar 31 Desember 1962 di samping bendera PBB.
6. Pemerintah RI menerima pemerintahan di Irian Barat pada tanggal 1 Mei 1963.
7. Pada tahun 1969 diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Sebagai tindak lanjut dari Persetujuan New York, Sekjen PBB menunjuk Rolsz Bennet dari Guatemala sebagai Gubernur UNTEA merangkap wakil Sekjen PBB di Irian Barat. Berdasar Persetujuan New York tahun 1962, di Irian Barat diselenggarakan “act of free choice” atau Penentuan Pendapat Rakyat (pepera). Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari Republik Indonesia .
B. TIMOR-TIMUR
1)
INTEGRASI
TIMOR TIMUR
Integrasi Timor Timur dimulai pada tahun 1976, ketika Soeharto
menetapkan Timor Timur sebagai provinsi muda di Republik Indonesia
ini ditandai dengan serah terima duplikat Bendera Merah Putih dan Naskah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia kepada dua orang Timor Timur yaitu Arnoldo
Dos Reis Araujo dan Francisco Lopez Da Crus. Melalui UU NO 7/1976, MPR/DPR
mengesahkan pengintegrasian Timor Timur ke Republik Indonesia . Kemudian Arnoldo Dos Reis Araujo
dan Francisco Lopez Da Crus menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur pertama di
Timor Timur.
Daerah Timor Timur adalah daerah yang sarat konflik. Ketika di
tinggalkan oleh Negara yang menjajahnya, Portugal tanpa tanggungjawab,
penduduknya saling bertikai. Pertikaian ini menjurus pada perang saudara dan
kekacauan sipil. Ditambah dengan kekuatiran Timor Timur akan menjadi daerah
komunis. Untuk mengatasi kekuatiran tersebut, presiden Soeharto melaksanakan
Operasi Militer Seroja. Kekuatan ABRI pertama kali digelar secara massif pada
saat orde baru ini. Operasi ini berhasil karena partai Fretilin, partai yang
ingin membuat Timor Timur menjadi Negara komunis tidak sekuat yang
digembor-gemborkan. Namun upaya pembangunan ini terhalang sikap aparat keamanan
yang sewenang-wenang. Konflik di Timor Timur seolah dipelihara sebagai ajang
latihan perang bagi ABRI. Serta pelanggaran HAM yang terjadi dimana-mana yang
berakibat pada rakyat Timor Timur muak.
Ketika Soeharto yang berupaya keras mempertahankan Timor Timur
jatuh dari kekuasaan, Habibie yang menggantikannya menyetujui jajak pendapat.
Laporan inteligen menyatakan bahwa
rakyat Timot timur ingin bergabung dengan
Indonesia , namun kenyataannya rakyat Timor Timur yang pro-kemerdekaan
dapat mengalahkan rakyat timor timur yang pro-integrasi dan dunia internasional
mengakuinya. Karena itu pada tanggal 25 oktober1999, Indonesia
menyerahkan Timor Timur kepada PBB. Pada 20 Mei 2001 lahirlah negara
baru yaitu Timor Leste yang mengadakan upacara megah yang di danai oleh PBB.
2)
DISINTEGRASI
TIMOR TIMUR
Adanya tekanan dari masyarakat internasiaonal terhadap kasus Timor
Timur memaksa Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan. Pada Juni
1998, Indonesia memutuskan memberikan status khusus berupa
otonomi luas kepada Timor Timur. Usulan itu disampaikan kepada PBB, kemudian
PBB mengadakan pembicaraan segitiga antara
Indonesia , Portugal dan PBB. Dari pembicaraan segitiga tersebut, Indonesia
memutuskan untuk melaksanakan jajak pendapat secara langsung. Dalam
jajak pendapat itu rakyat Timor Timur diminta memilih untuk tetap menjadi
daerah bagian Indonesia atau menjadi Negara merdeka. Dalam jajak
pendapat ini kemenangan ada di pihak yang pro-kemerdekaan. Dengan itu Timor
Timur menjadi sebuah negara baru. Kemerdekaan ini merupakan suatu hal yang
dikejar oleh rakyat Timor Timur, Kunci keberhasilan rakyat Timor Timur meraih
kemerdekaan ini tidak lepas dari dukungan internasional.
Dinamika politik Indonesia berubah drastis dengan jatuhnya pemerintahan
Soerharto. Pada bulan Januari 1999 Indonesia menawarkan otonomi kepada Timor Timur. Jika
rakyat Timor Timur menolak tawaran ini,
maka Indonesia akan menerima pemisahan diri Timor Timur dari
Republik Indonesia . Pada 5 Mei 1999
PBb, Indonesia , dan Portugal
menandatangani Perjanjian Tripartit yang menyatakan bahwa PBB akan melaksanakan
jajak pendapat di Timor Timur. Rakyat diminta memilih untuk tetap menjadi
Negara bagian Indonesia atau menjadi sebuah Negara merdeka. Pada Juli
1998, Habibie mengeluarkan pernyataan mengenai timor timur dimana ia mengajukan
pemberlakuan otonomi seluas-luasnya kepada timor timur. Di akhir 1998, Habibie
mengeluarkan kebijakan yang lebih radikal dengan menyatakan Indonesia
akan memberi opsi referendum untuk mencapai solusi akhir atas masalah
Timor Timur.
Aksi kekerasan sebelum dan setelah referendum memojokkan
pemerinthan Habibie. Habibie kehilangan legitimasi baik di mata masyarakat
internasional maupun domestik. Di mata internasional Habibie dinilai gagal
mengontrol TNI yang dalam penyataannya mendukung Habibie menawarkan referendum,
namun kenyataannya malah berujung pada tindak kekerasan kepada rakyat Timor
Timur. Di mata publik domestik, Habibie harus menghadapi sentimen nasionalis,
terutama ketika pasukan penjaga pedamaian yang dipimpin oleh Australia masuk ke
Timor Timur..
Pada tanggal 30 Agustus di adakanlah jajak pendapat di Timor Timur
yang berujung pada kemerdekaan Timor Timur. Karena sebagian besar rakyat Timor
Timur memilih untuk merdeka (78,5%). Seperti sebelumnya, pada akhirnya pasukan
Australialah yang menjadi pahlawan dalam menangani kasus Timor Timur ini.
3. GERAKAN SEPARATIS BEBERAPA
DAERAH
A.
GERAKAN
ACEH MERDEKA (GAM)
Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi
(yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang
sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia . Konflik
antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah
berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15,000
jiwa.
1) Sejarah terbentuknya GAM
Lahir karena Penindasan dan Pelecehan di Tanah Adat,
pemerintah mulai memberlakukan darurat militer di Aceh. Enam bulan lamanya
operasi yang dilakukan TNI. Militer diterjunkan untuk melumpuhkan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM).
Lima
hari setelah RI diproklamasikan, Aceh menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap
kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Di bawah Residen Aceh, yang
juga tokoh terkemuka, Tengku Nyak Arief, Aceh menyatakan janji kesetiaan,
mendukung kemerdekaan RI dan Aceh sebagai bagian tak terpisahkan.
Pada
23 Agustus 1945, sedikitnya 56 tokoh Aceh berkumpul dan mengucapkan sumpah. Demi
Allah, saya akan setia untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia sampai titik darah saya yang terakhir.
Kecuali Mohammad Daud Beureueh, seluruh tokoh dan ulama Aceh mengucapkan janji
itu. Pukul 10.00, Husein Naim dan M Amin Bugeh mengibarkan bendera di gedung
Shu Chokan (kini, kantor gubernur). Tengku Nyak Arief gubernur di bumi Serambi
Mekah.
Tetapi,
ternyata tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji setia. Mereka para hulubalang,
prajurit di medan laga yaitu prajurit yang berjuang melawan Belanda dan Jepang.
Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah
awal sebuah gerakan kemerdekaan. Motornya adalah Daud Cumbok. Markasnya di
daerah Bireuen. Tokoh-tokoh ulama menentang Daud Cumbok. Melalui tokoh dan
pejuang Aceh, M. Nur El Ibrahimy, Daud Cumbok digempur dan kalah. Dalam sejarah,
perang ini dinamakan perang saudara atau Perang Cumbok yang menewaskan tak
kurang 1.500 orang selama setahun hingga 1946.
Tahun
1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan Syafrudin
Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat RI (PDRI), Aceh
minta menjadi propinsi sendiri. Saat itulah, M. Daud Beureueh ditunjuk sebagai
Gubernur Militer Aceh. Oleh karena kondisi negara terus labil dan Belanda
merajalela kembali, muncul gagasan melepaskan diri dari RI. Ide datang dari dr.
Mansur. Wilayahnya tak cuma Aceh. Tetapi, meliputi Aceh, Nias, Tapanuli,
Sumatera Selatan, Lampung, Bengkalis, Indragiri, Riau, Bengkulu, Jambi, dan
Minangkabau. Daud Beureueh menentang ide ini. Dia pun berkampanye kepada
seluruh rakyat, bahwa Aceh adalah bagian RI. Sebagai tanda bukti, Beureueh
memobilisasi dana rakyat.
Setahun
kemudian, 1949, Beureueh berhasil mengumpulkan dana rakyat 500.000 dolar AS.
Uang itu disumbangkan utuh buat bangsa Indonesia
. Uang itu diberikan ABRI 250 ribu dolar, 50 ribu dolar untuk perkantoran
pemerintahan negara RI, 100 ribu dolar untuk pengembalian pemerintahan RI dari
Yogyakarta ke Jakarta, dan 100 ribu dolar diberikan kepada pemerintah pusat
melalui AA Maramis. Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membeli obligasi
pemerintah, membiayai berdirinya perwakilan RI di India, Singapura dan
pembelian dua pesawat terbang untuk keperluan para pemimpin RI. Saat itu Soekarno
menyebut Aceh adalah modal utama kemerdekaan RI.
Setahun berlangsung, kekecewaan
tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh marah.
Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni 1948 bahwa Aceh akan diberi hak mengurus
rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam tak juga dipenuhi.
Intinya, Daud Beureueh ingin
pengakuan hak menjalankan agama di Aceh. Bukan dilarang. Beureueh tak minta
merdeka, cuma minta kebebasan menjalankan agamanya sesuai syariat Islam. Daud
Beureueh pun menggulirkan ide pembentukan Negara Islam Indonesia pada April 1953. Ide ini di Jawa Barat telah
diusung Kartosuwiryo pada 1949 melalui Darul Islam. Lima bulan kemudian,
Beureueh menyatakan bergabung dan mengakui NII Kartosuwiryo.
Dari sinilah lantas Beureueh
melakukan gerilya. Rakyat Aceh, yang notabene Islam, mendukung sepenuhnya ide
NII itu. Tentara NII pun dibentuk, bernama Tentara Islam Indonesia (TII). Lantas, terkenallah pemberontakan
DI/TII di sejumlah daerah. Beureueh lari ke hutan. Cuma, ada tragedi di sini.
Pada 1955 telah terjadi pembunuhan masal oleh TNI. Sekitar 64 warga Aceh tak
berdosa dibariskan di lapangan lalu ditembaki. Aksi ini mengecewakan tokoh Aceh
yang pro-Soekarno. Melalui berbagai gejolak dan perundingan, pada 1959, Aceh
memperoleh status propinsi daerah istimewa.
Soekarno makin represif. Setiap
ketidakpuasan dihancurkan oleh kekuatan militer. PRRI/Permesta pun disikat
habis. Republik Persatuan Indonesia (RPI) pun ditumpas. Pemimpinnya ditangkapi.
Tahun 1961, Presiden RPI Syfarudin Prawiranegara menyerah. Diikuti tokoh DI/TII
lainnya, seperti M Natsir. Tetapi, Daud Beureueh tetap gerilya di hutan,
melawan Soekarno.
Beureueh
merasa dikhianati Soekarno. Bung Karno tidak mengindahkan struktur kepemimpinan
adat dan tak menghargai peranan ulama dalam kehidupan bernegara. Padahal,
rakyat Aceh itu sangat besar kepercayaannya kepada ulama. Gerilya dilakukan.
Tetapi, Bung Karno mengerahkan tentaranya ke Aceh. Tahun 1962, Beureueh dibujuk
menantunya El Ibrahimy agar menuruti Menhankam AH Nasution untuk menyerah.
Beureueh menurut karena ada janji akan dibuatkan UU Syariat Islam bagi rakyat
Aceh (baru terwujud tahun 2001).
GAM lahir di era Soeharto. Saat itu,
sedang terjadi industrialisasi di Aceh. Soeharto benar-benar mencampakkan adat
dan segala penghormatan rakyat Aceh. Efek judi melahirkan prostitusi,
mabuk-mabukan, bar, dan segala macam yang bertentangan dengan Islam dan adat
rakyat Aceh. Kekayaan alam Aceh dikuras melalui pembangunan industri yang
dikuasai orang asing melalui restu pusat. Sementara rakyat Aceh tetap miskin.
Pendidikan rendah, kondisi ekonomi sangat memprihatinkan.
Melihat hal ini, Daud Beureueh dan tokoh tua Aceh yang sudah
tenang kemudian bergerilya kembali untuk mengembalikan kehormatan rakyat, adat
Aceh dan agama Islam. Pertemuan digagas tahun 1970-an. Mereka sepakat
meneruskan pembentukan Republik Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan
penuh ampunan Tuhan. Kini mereka sadar, tujuan itu tak bisa tercapai tanpa
senjata.
Lalu diutuslah Zainal Abidin menemui Hasan Tiro yang sedang
belajar di Amerika. Pertemuan terjadi tahun 1972 dan disepakati Tiro akan
mengirim senjata ke Aceh. Zainal tak lain adalah kakak Tiro. Sayang, senjata
tak juga dikirim hingga Beureueh meninggal. Hasan Asleh, Jamil Amin, Zainal
Abidin, Hasan Tiro, Ilyas Leubee, dan masih banyak lagi berkumpul di kaki
Gunung Halimun, Pidie. Di sana, pada 24 Mei 1977, para tokoh eks DI/TII dan
tokoh muda Aceh mendirikan GAM. Selama empat hari bersidang, Daud Beureueh
ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi. Sementara Hasan Tiro yang tak hadir dalam
pendirian GAM itu ditunjuk sebagai wali negara. GAM terdiri atas 15 menteri,
empat pejabat setingkat menteri dan enam gubernur. Mereka pun bergerilya
memuliakan rakyat Aceh, adat, dan agamanya yang diinjak-injak Soeharto
Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai
tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti
Ahtisaari berperan sebagai fasilitator. Sedangkan dari pihak pemerintah Indonesia
dipimpin oleh wakil presiden pada saat itu yaitu Jusuf kalla.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim
perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM
di Vantaa, Helsinki, Finland. Penandatanganan nota kesepakatan damai
dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh
sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring
Mission
(AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung
dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai
politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai
diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM
melalui juru bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahawa sayap tentara
mereka telah dibubarkan secara formal.
4. PENCAPLOKAN DAERAH DAN PERGESERAN BATAS WILAYAH OLEH NEGARA
TETANGGA
A.
Kasus Sipadan-Ligitan
Kasus pencaplokan wilayah yang paling
terkenal dalam sejarah Indonesia ,
mungkin adalah kasus sipadan-ligitan. Kasus yang jangka waktunya cukup panjang,
karena telah dimulai sejak tahun 1968, ketika Malaysia bereaksi terhadap perjanjian kerjasama
antara Indonesia dengan Japex (Japan Exploration Company
Limited) tahun 66. Malaysia juga melakukan kerjasama dengan Sabah Teiseki Oil
Company tahun 68, sebagai tanggapan terhadap kegiatan eksplorasi laut di
wilayah Sipadan. Tahun 69, Malaysia mulai melakukan klaim bahwa Sipadan Ligitan
merupakan wilayah Malaysia, yang hal ini langsung di tolak oleh pemerintah Indonesia tetapi
Berdasarkan fakta historis dan budayayang terkait dengan pulau Sipadan –Ligitan
Jika dilihat pada sejarah dan budaya menunjukkan bahwa keduapulau ini merupakan
wilayah Kesultanan Bulungan yang juga erat /berhubungan dengan wilayah
Kalimantan Timur. Berdasarkan faktakesaksian masyarakat adat Kalimantan Timur
menyebutkan wilayah Kesultanan Bulungan hingga ke wilayah pulau Sipandan –
Ligitanyang kemudian pada masa penjajahan diserahkan kepada / dikuasaioeh Belanda.Serangkaian
perjanjian, lobi, diplomasi berlangsung dengan cara “Asian Way”, sebuah cara
yang mengedepankan dialog, dengan menghindari konflik militer. Akhirnya masalah
itu menjadi redam dalam tanda kutip, artinya dialog tentang perselisihan itu
dicoba dilakukan dengan cara “sambil minum teh”. Indonesia sungguh terbuai dengan model seperti itu
sehingga Indonesia tiba-tiba kaget ketika pada bulan Oktober
tahun 91, Malaysia tiba-tiba mengeluarkan peta yang memasukkan Sipadan dan
Ligitan ke wilayah Malaysia, dan tragisnya Indonesia juga tidak tahu kalau di Sipadan telah
dibangun turisme dan arena diving yang sangat bagus (betapa “kasihannya” Indonesia itu). Kemudian pada tahun 1997 Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk menyerahkan
masalah tersebut ke International Court of Justice atau mahkamah
internasional ,
di den haag, Belanda.
Kemudian pada hari Selasa 17 Desember
2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau
Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di
lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang
berpihak kepada Indonesia . Dari 17
hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan
pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia . Kemenangan Malaysia, oleh karena
berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari
perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris
(penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa
penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap
pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an.
Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi
pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkain kepemilikan
dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut
antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.
Akibat jatuhnya Sipadan dan Ligitan
ke tangan Malaysia terjadi dampak domestik yang tak kalah hebatnya, banyak
komentar maupun anggapan bahwa Departemen Luar Negeri-lah penyebab utama
lepasnya Sipadan-Ligitan mengingat seharusnya Deplu dibawah kepemiminan Mentri
Luar Negeri Hasan Wirajuda mampu mempertahankan Sipadan-Ligitan dengan kekuatan
diplomasinya. Memang masih banyak revisi dan peninjauan yang harus dilakukan
para diplomat kita dan juga cara Deplu dalam menangani masalah internasional.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Diplomasi
adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (biasanya disebut diplomat)
yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri
biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagatkan
keuntungan dengan. Namun biasanya orang menganggap diplomasi sebagai cara
mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus. Perjanjian inte5rnasional
umumnya dirundingkan dulu oleh para diplomat sebelum disetujui oleh para
pemimpin negara.
Diplomasi di indonesia terbagi menjadi
beberapa kurun waktu, diantaranya adalah
zaman perang kemerdekaan, proses
integrasi dan disintegrasi beberapa daerah di Indonesia , gerakan
separatisme beberapa daerah, hingga
pencaplokan wilayah dan pergeseran batas wilayah oleh negara tetangga.
Yang pertama
adalah zaman perang kemerdekaan atau revolusi, ditandai dengan beberapa
peristiwa penting tentang keutuhan kedaulatan negara ini, proses diplomasi
melawan Belanda diantaranya adalah Perundingan Linggarjati, Perundingan
Renville, Perundingan Roem-Royen, dan Konferensi Meja Bundar.
Kedua adalah
proses integrasi dan disintegrasi beberapa wilayah di indonesia. Salah satunya
adalah proses masuknya Irian Barat menjadi Provinsi yang ke-26. Proses masuknya
irian barat ini, selain melalui perebutan secara konfrontasi, jalur diplomasi
pun turut ditempuh. Provinsi ke-27 yang bergabung dengan Indonesia adalah
Timor-Timur pada tahun 1976. Namun hanya 23 tahun, pada tahun 1999, Timor-Timur
resmi memisahkan diri dari indonesia.
Ketiga adalah
gerakan separatisme di beberapa daerah di indonesia. Diantaranya ada Gerakan
Aceh Merdeka (GAM). Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Republik Maluku Selatan
(RMS). Terdapat banyak faktor-faktor berbeda dari setiap gerakan separatis
sebagai alasan mengapa mereka ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Yang keempat
sekaligus yang terakhir adalah sengketa antara indonesia dengan negara tetangga
malaysia, akibat perebutan wilayah berupa pulau sipadan-Ligitan yang akhirnya
dimenangkan oleh Malaysia.
DAFTAR PUSTAKA
Nasuion, A.H . 1979. Sekitar Perang
Kemerdekaan Indonesia . Bandung:
Angkasa
Ricklefs, M.C. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Penerjemah: tim
penerjemah serambi. ______:PT. Serambi
Ilmu Semesta.
Suryanegara, Ahmad
mansyur. 2010. Api Sejarah 2. Bandung:
PT. Salamadani Pustaka Semesta.
________.2011.Perjuangan Bangsa Indonesia
untuk merebut Irian Barat.
http://www.crayonpedia.org/. 12 November 2011 21:29 (online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar