Minggu, 22 September 2013

Maliq&d"essentials - penasaran


Kau bertanya mengapa kita terus berjalan
Mencoba pertahankan meski ku tahu ada yang salah
Benarkah ini hanyalah penasaran cinta

Ku denganmu selalu jadi pertanyaan
Tanpa sebuah jawaban, tanpa cinta
Dirimu dan aku tlah banyak buang waktu
Trus mencari jawaban cinta

Impian bahagia akan menjadi nyata
Bila ada rasa saling percaya
Benarkah atau hanyalah penasaran cinta

Ku denganmu selalu jadi pertanyaan
Tanpa sebuah jawaban, tanpa cinta
Dirimu dan aku tlah banyak buang waktu
Trus mencari jawaban, mencari alasan cinta
Ku denganmu selalu jadi pertanyaan
Tanpa sebuah jawaban, tanpa cinta
Dirimu dan aku tlah banyak buang waktu
Trus mencari jawaban cinta
Ku denganmu selalu jadi pertanyaan
Tanpa sebuah jawaban, tanpa cinta
Dirimu dan aku tlah banyak buang waktu
Trus mencari jawaban ’tuk terus berjalan
Mencari alasan ’tuk terus bertahan
‘tuk terus berjalan


Melunturnya Kepedulian Sosial sebagai Bagian Karakter Budaya Bangsa


Pernahkah anda melihat seseorang yang menjadi korban kecelakaan di jalan dan anda hanya mampu memandanginya tanpa bertindak apa-apa? Ataukah anda lebih memilih untuk mencuci atau melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya daripada mengunjungi  rumah tetangga anda yang tertimpa kesulitan?. Jika dua pertanyaan yang saya utarakan tersebut anda jawab “ya”, maka sadarkah anda bahwa mungkin saja rasa kepedulian sosial yang anda miliki sudah mulai terkikis?. Proses melunturnya kepedulian sosial di kalangan masyarakat akhir-akhir ini menjadi sebuah fenomena tersendiri. Betapa tidak, sebuah bangsa yang dikenal akan tingkat kehalusan budi pekertinya yang tinggi, bangsa yang ramah dan santun yang dikenal selalu murah memberi senyum kepada siapapun, kini telah berubah menjadi bangsa yang “egosentris” dan cenderung individualistis. Betapa miris hati saya mendengar percakapan dua orang ibu di depan rumah saya beberapa hari yang lalu, dimana mereka mengurungkan niat untuk bertakziah ke rumah salah seorang tetangga yang meninggal dunia hanya karena mereka sedang sibuk mencuci dan merasa sangat “nanggung” untuk meninggalkanya sebentar. Hal tersebut semakin menggelitik naluri saya untuk mempertanyakan, kemanakah kepedulian sosial yang mereka miliki? Apakah ini cerminan umum dari perilaku bangsa kita saat ini? Apakah kepedulian sosial memang telah hilang dari karakter budaya bangsa kita ini?.
            Satu fenomena lagi terkait dengan kepedulian sosial di masyarakat adalah bahwa sekarang ini kepedulian sosial lebih nyata ditunjukan melalui social media dalam dunia maya ketimbang dunia nyata. Sudah bukan hal yang asing saat ini jika muncul suatu kejadian apapun, kejadian baik dan lebih utama pada kejadian-kejadian buruk, semua orang akan berbondong-bondong mengirimkan doa melalui social media menggunakan hashtag #prayfor, semua orang seakan berlomba-lomba menunjukan diri menjadi orang yang paling peduli, entah apakah memang mereka benar-benar seseorang yang memiliki kepedulian sosial namun tak dapat melakukan hal yang lebih lagi dari sekedar mengirimkan doa lewat social media atau hanya sekedar pencitraan semata, entahlah. Saya jadi teringat akan iklan salah satu produk rokok “talk less do more”, sebuah kata-kata singkat namun sangat sarat akan makna. Bukankah bentuk tertinggi dari sebuah ‘kepedulian’ adalah dengan melakukan sesuatu ketimbang hanya banyak berbicara?.
            Walau tak dapat dituduh sebagai biang keladi utama dari permasalahan ini, namun izinkanlah saya disini menunjuk modernisasi sebagai salah satu pangkal penyebab terkikisnya beberapa karakter-karakter yang telah membudaya di masyarakat, bahkan menjadi suatu identitas tersendiri bagi bangsa ini. Arus informasi yang tanpa batas yang juga telah turut “mengimpor” berbagai kebiasaan-kebiasaan baru yang sebelumnya tidak begitu menyebar di kalangan masyarakat, salah satunya adalah menempatkan kepentingan atau urusan pribadi diatas urusan apapun yang berkaitan dengan urusan orang dan kelompok lain, atau yang lazim disebut sebagai individualistis yang akhir-akhir seakan menjadi identitas baru masyarakat modern. Kegiatan-kegiatan yang menuntut kerja sama seperti kerja bakti dan siskamling sekarang tak lagi menjadi bagian akrab dari kehidupan masyarakat, semuanya digantikan oleh peranan uang. Mereka menganggap bahwa dengan uang kehadiran mereka dapat tergantikan. Lantas apakah inipun dapat disebut sebagai ciri-ciri masyarakat yang materialistis?.
            Lantas apa yang harus kita lakukan dalam menyikapi berbagai fenomena terkait dengan kepedulian sosial di masyarakat? hanya berpangku tangan dan menyaksikan bangsa ini akhirnya menjadi bangsa-bangsa yang apatis? Menghitung waktu sampai pada akhirnya kepedulian sosial memang menjadi suatu karakter yang terhapus dari budaya bangsa ini? Tentu saja tidak. Tidak ada kata terlambat untuk merubah hal ini. Karena menurut penulis kepedulian sosial merupakan salah satu modal dasar dalam kegiatan interaksi manusia baik dari segi manusia sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok. Tak mungkin akan tercipta suatu bentuk interaksi yang baik tanpa didasari oleh kepedulian yang tulus.
            Berdasarkan pendapat penulis, sebenarnya ada banyak cara untuk memupuk kembali kepedulian sosial sebagai bagian dari karakter budaya bangsa ini. Dalam usaha ini tak hanya satu atau dua pihak yang terlibat, namun harus melibatkan semua komponen dalam masyarakat. Karena hal ini terkait dengan sikap, maka yang pertama kali harus dimiliki adalah niat dan hati yang tulus, peduli pada sesama manusia dan makhluk lainnya sebagai sama-sama ciptaan Tuhan yang memiliki harkat, martabat dan derajat yang sama. Hal itulah yang terpenting, hati!!. Mengapa hati? Karena hati merupakan cerminan kepribadian seseorang yang tak mungkin dilihat siapapun. Karena bahkan guru terhebat pun belum tentu mampu mendidik seseorang memiliki kepedulian dan kepekaaan sosial yang tinggi bila tidak disertai oleh niat dan hati yang tulu dari seseorang yang bersangkutan.
            Selanjutnya lingkungan keluarga pun memiliki peranan tak kalah penting. Bagaimana mungkin seorang anak tumbuh menjadi anak yang peduli akan kehidupan sekitarnya, jika ia “diasuh” oleh lingkungan keluarga yang tak mendukung hal tersebut. Bagaimana seorang ayah yang setiap hari merokok di rumah, sementara sang ibu menderita penyakit asma dapat membentuk pribadi seorang anak menjadi anak yang memilik kepedulian sosial, jika ayah tersebut mencontohkan ketidakpedulian kepada anak tersebut. Lalu lingkungan masyarakat, biasakanlah untuk menyertakan segenap komponen masyarakat dalam setiap kegiatan. Jangan biasakan mentolerir kealpaan warga yang hanya memberikan uang untuk mengganti kehadirannya. Ingat, uang tak akan pernah bisa menggantikan peran manusia!. Jujur saja di tengah kebosanan saya terhadap sinetron-sinetron di televisi yang melulu menghadirkan contoh-contoh tak baik seperti hedonisme dan sikap-sikap buruk lainya, penulis menemukan beberapa nilai baik dari sebuah sinetron, yaitu Tukang Bubur Naik Haji. Disini saya menemukan nilai bagaimana sebuah desa yang dipenuhi oleh masyarakat nya yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan senantiasa menjaga hal tersebut. Sholat berjamaah, kerja bakti, hingga berbondong-bondong menjenguk tetangga yang sakit. Hubungan masyarakat yang indah bukan?.
            Terakhir sekolah sebagai lembaga pendidikan pun tentunya memiliki peranan untuk memupuk kepedulian sosial yang mulai luntur di masyarakat. Disinilah seorang guru mempunyai tugas yang sangat berat, yakni untuk mendidik murid-muridnya menjadi pribadi-pribadi yang memiliki kepedulian sosial. Tentu saja hal ini harus dimulai dari guru tersebut. bagaimana mungkin murid mampu menjadi pribadi yang memiliki kepedulian sosial, jika guru nya saja secara tak langsung mencontohkan perilaku acuh tak acuh?.
            Kepedulian sosial mungkin bukan bentuk-bentuk budaya nyata yang manakala menunjukan tanda-tanda akan punah, akan langsung terlihat. Tapi sebagai sebuah karakter, manakala hilang, maka hilanglah suatu bangsa tersebut. karena apalah arttinya suatu bangsa tanpa memiliki karakter. Maka sebelum kepedulian sosial itu benar-benar hilang, maka pupuklah kembali agar hal itu tetap tertanam menjadi karakter khas bangsa Indonesia.
            Mari kita bersama hindarkan bangsa ini dari kemungkinan menjadi bangsa-bangsa tanpa karakter, selamat berjuang !!.

KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA MODERN (tugas mata kuliah pendidikan lingkungan, seni budaya, dan teknologi)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia, sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang dilengkapi dengan anugerah akal, pikiran dan perasaan guna menjalankan kehidupanya di dunia ini. Dan seiring dengan berbagai perkembangan, kemampuan manusia pun turut bertambah dan berkembang terutama dengan hadirnya perangkat teknologi yang sekarang ini seakan sudah sangat menyatu dan tak dapat dilepaskan lagi dari berbagai aspek kehidupan manusia-manusia modern ini.
Namun tak selamanya penciptaan dan pemanfaatan teknologi yang ada itu menghasilkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia itu sendiri. Terkadang di tangan orang-orang yang kurang atau tidak tepat, teknologi yang manusia ciptakan ini malah menimbulkan boomerang effect bagi manusia itu sendiri, seperti kerusakan atau gangguan baik bagi manusia itu sendiri secara langsung, ataupun gangguan dan kerusakan terhadap alam yang cepat atau lambat pun akan berdampak bagi kehidupan manusia juga.
Oleh karena itu, adalah suatu keharusan untuk membina manusia-manusia sekarang ini tidak hanya untuk mengembangkan dan menguasai teknologi semata, namun peran agama yang tercermin dalam istilah “iman dan taqwa” pun sangat penting untuk dikembangkan beriringan dengan penguasaan teknologi pada manusia. Agar dapat menjadi penyeimbang antara kebutuhan duniawi dan juga kebutuhan rohani. Karena pribadi-pribadi yang berkualitas itu dapat tercermin melalui pribadi-pribadi yang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan duniawi dan rohani mereka secara seimbang, dan berujung pada meningkatnya pula kualitas hidup mereka.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam setiap penulisan maupun penyusunan sebuah makalah, pasti tidak terlepas dari satu ataupun beberapa permasalahan. Dalam makalah ini, beberapa permasalahan yang akan diangkat oleh kelompok kami diantaranya adalah:
a.       Apakah ciri-ciri dari manusia modern?.
b.      Bagaimanakah kondisi riil sumber daya manusia Indonesia?.
c.       Bagaimanakah cara mengembangkan pembinaan sumber daya manusia agar sejalan dengan imtak dan iptek?.



1.1  Tujuan Penulisan Makalah
Setelah merumuskan permasalahan-permasalahan yang menjadi dasar dari penyusunan makalah ini, makalah ini pun memiliki tujuan yang mempunyai keterkaitan dengan masalah-masalah yang telah dirumuskan, diantaranya:
a.       Untuk mengetahui apa sajakah ciri-ciri dari manusia modern.
b.      Untuk memahami kondisi riil sumber daya manusia Indonesia.
c.       Untuk mengetahui cara mengembangkan pembinaan sumber daya manusia agar sejalan dengan imtak dan iptek


























BAB II
PEMBAHASAN

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karangan W.J.S Poerwadarminta, modern merupakan suatu keadaan baru, yang terbaru, atau sesuatu yang mutakhir. Ada banyak hal di dunia ini yang berupa ketidak pastian, dan salah satunya adalah istilah modern, dan bagaimana seseorang, ataupun sekelompok orang dapat didefinisikan sebagai orang-orang yang “modern”. Karena seiring dengan berjalanya waktu pemaknaan dari modern ini acapkali mengalami pergeseran batas-batas. Seperti misalkan kita yang saat ini telah merasa modern, tentu saja karena pembandingnya adalah orang-orang yang datang dari waktu atau zaman sebelum kita dengan segala keterbatasan kemampuan yang berkembang pada saat itu. dan bukan sebuah kemustahilan jika 20, 50, atau bahkan 200 tahun yang akan datang, kita lah yang akan dianggap sebagai sesuatu yang kuno ataupun tidak modern oleh generasi modern saat itu.
2.1  Ciri – Ciri Manusia Modern
Berangkat dari pernyataan di atas, ada beberapa pendapat para tokoh mengenai ciri-ciri manusia modern, salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Alex Inkeles, yaitu:
a)      Memiliki sikap hidup untuk menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan.
b)      Memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkunganya sendiri atau kejadian yang terjadi jauh diluar lingkunganya serta dapat bersikap demokratis.
c)      Menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi ke masa depan dari pada ke masa lalu.
d)     Memiliki perencanaan dan pengorganisasian.
e)      Percaya diri.
f)       Perhitungan.
g)      Menghargai harkat hidup manusia lain.
h)      Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
i)        Menjunjung tinggi suatu sikap dimana imbalan yang diterima seseorang haruslah sesuai dengan prestasinya dalam masyarakat.
Ciri-ciri manusia modern menurut Soerjono soekanto:
a)      Manusia modern adalah orang yang bersikap terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru maupun penemuan-penemuan baru.
b)      Manusia modern senantiasa siap untuk menerima perubahan-perubahan setelah ia menilai kekurangan-kekurangan yang dihadapinya saat itu.
c)      Manusia modern mempunyai kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi sekitarnya dan mempunyai kesadaran bahwa masalah-masalah tersebut berkaitan dengan dirinya.
d)     Manusia modern senantiasa mempunyai informasi yang lengkap mengenai pendirianya.
e)      Manusia modern lebih banyak berorientasi ke masa kini dan masa mendatang.
f)       Manusia modern senantiasa harus menyadari potensi-potensi yang ada pada dirinya dan yakin bahwa potensi tersebut akan dapat dikembangkan.
g)      Manusia modern adalah manusia yang peka akan perencanaan.
h)      Manusia modern tidak pasrah pada nasib.
i)        Manusia modern percaya pada keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam meningkatkan kesejahtraan umat manusia.
j)        Manusia modern menyadari dan menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta kehormatan pihak lain.
Perubahan individu ataupun suatu masyarakat dari tidak modern menuju ke arah yang lebih modern diantaranya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah bertambahnya tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang akan berdampak langsung kepada penemuan-penemuan yang menghasilkan teknologi-teknologi terbaru yang dapat semakin memudahkan kehidupan manusia. Tingkat pendapatan dan taraf hidup, semakin tinggi pendapatan seseorang, maka mereka merasa semakin modern dikarenakan kemudahan mereka mengakses segala hal jika batasan dari kemodernan seseorang adalah penguasaan teknologi, dan yang terakhir adalah adanya pergeseran minat.

2.2 Kondisi Riil Sumber Daya Manusia Indonesia
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidak nya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:
Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dengan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka. Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja masih yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2%. Kedua masalah tersebut menunjukan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional diberbagai sektor ekonomi.
Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara disisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan tidak lebih dari 12% pada pemerintahan di era reformasi. Ini menunjukan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya bagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Bangsa Indonesia sebagai Negara yang kaya akan SDA, memiliki potensi wilayah yang strategis, sebagai Negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah: namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genius. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andai kata bangsa ini juga telah mampu mencipatakan SDM yang berkualitas terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki maka ketergantungan keluar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.
Oleh karena itu harus ada proses pembangunan yang mampu mendorong terbentuknya berbabagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat local. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya untuk dijadikan perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan local dan nasional.


2.3 Pembinaan Sumber Daya Manusia (menjadi pribadi yang utuh dan sesuai dengan
imtaq dan iptek
            Dewasa ini, dimana kemajuan pikiran manusia menghasilkan teknologi yang semakin maju, termasuk dalam pengolahan sumber daya alam, sebagai sumber bagi kehidupan manusia itu sendiri. Tak heran dimana setiap negara, setiap bangsa, bahkan setiap manusia itu sendiri saling berlomba-lomba untuk menjadi yang termaju, terdepan, dan terbaik agar mereka dapat beradaptasi dengan baik dengan persaingan yang memang menjadi ciri masyarakat global saat ini. Semua berusaha menggali dan mengasah kemampuan dalam diri masing-masing. Dimana pada akhirnya sumber daya-sumber daya dari dalam manusia itu sendiri dapat membawa mereka menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih maju lagi.
            Kemampuan dan kemajuan teknologi merupakan ciri penting dari kehidupan manusia saat ini. Setiap orang, dan setiap negara masing-masing saling berlomba untuk menciptakan pengetahuan-pengetahuan dan teknologi-teknologi terbaru yang dapat memudahkan hidup manusia. Tak sedikit orang yang menghabiskan banyak waktu untuk meneliti dan menghasilkan penemuan-penemuan baru. Karena apa?karena bisnis di dunia teknologi saat ini memang dipandang sebagai sesuatu yang saat menguntungkan. Hampir seluruh manusia di dunia ini, dalam keseharianya tak pernah lepas dari sesuatu yang bernama teknologi. Selain sebagai alat bantu untuk memudahkan hidup mereka, saat ini teknologi pun teelah dianggap sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat dunia. Berbagai teknologi-teknologi yang terus diperbaharui, tidak lagi berbentuk evolusi yang membutuhkan waktu berpuluh hingga beratus tahun untuk diperbaharui, kini hitunganya hanya memerlukan tahun, bulan bahkan minggu.
            Sesuai dengan tema yang dituliskan diatas, dimana kemajuan dan penggunaan teknologi yang sudah tak dapat dibendung lagi, semua orang menghabiskan banyak waktunya dengan gadget atau bentuk-bentuk teknologi lainya, maka diperlukanlah sebuah pembinaan menuju manusia-manusia dengan sumber daya yang utuh, melalui pembinaan yang seimbang antara imtaq dan iptek, agar tak lagi kita temukan manusia-manusia yang terlalu mempertuhankan kemajuan pengetahuan dan teknologi, seperti yang sekarang ini sedang marak, bahwa segala hal di dunia ini pasti dapat dijelaskan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu yang paling menghebohkan akhir-akhir ini adalah adanya penemuan partikel Tuhan, yang kami anggap sesuatu yang bertentangan dengan dasar konsep agama dan ketuhanan yang menurut kami hanya perlu diyakini dan dipercayai tanpa perlu mengkaji semuanya atas dasar rasionalitas.
            Maka dari itu, pembinaan keimanan dan ketaqwaan manusia memang sangat mutlak diperlukan untuk mengimbangi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Terdapat berbagai upaya untuk melakukan pembinaan guna menjadikan manusia sebagai pribadi-pribadi yang utuh, salah satunya dengan pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai metode paling efektif untuk membentuk karakter-karakter manusia. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan karakter yang memang saat ini sedang marak, maupun pendidikan berbasis nilai-nilai keagamaan. Dengan pendidikan ini, manusia diharapkan mampu dengan bijak untuk menyeimbangkan kedua aspek ini, agar terciptanya sebuah pribadi yang utuh dan selaras guna menghadapi tantangan global saat ini. Ketidakseimbangan diantara komposisi ketertarikan diantara keduanya tentulah berdampak sangat tidak baik bagi individu atau manusia itu sendiri. Seperti conteh dikenalnya istilah sekuler, atau orang-orang yang cenderung menitik beratkan pada kehidupan duniawi. Bagi mereka tidak ada hal di dunia ini yang tidak dapat dijelaskan oleh nalar dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain kefanatikan pada keimanan dan ketaqwaan yang membuat seseorang cenderung menjauhi kehidupan duniawai pun dianggap kurang baik, karena terkadang mereka yang menjauhi kehidupan duniawai, kurang dapat menerima perkembangan teknologi, yang terkadang dianggap menyalahi kodrat ketuhanan. Menjauhi penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi pun sejatinya kurang baik, karena hal itu telah sangat membantu kehidupan manusia saat ini. Jadi penyeimbangan kebutuhan antara keduanya sangatlah diperlukan guna terciptanya manusia-manusia berkualitas yang siap menyongsong masa depan yang lebih baik.
2.4 Contoh Kasus
            Persoalan yang sering dibicarakan sebagai suatu masalah yang controversial yaitu mengenai netral dan tidaknya ilmu pengetahuan yang kita sebut dengan sains itu. Jika kata-kata "sains" didefinisikan sebagai himpunan rasionalitas kolektif insani,yakni: himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsesus para pakar, pada penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data-data pengukuran yang diperoleh dari observasi apda gejala-gejala alam, maka kiranya hal ini cukup jelas. Selanjutnya kita dapat mendefinisikan "teknologi" sebagai himpunan pengetahuan terapan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains, dalam kegiatan yang produktif ekonomis.
Orang yang mengatakan bahwa sains dan teknologi bersifat netral akan mengatakan bahwa sesungguhnya teori reaksi kimiawi itu baik ketika digunakan untuk kebaikan umat manusia namun akan menjadi jelek ketika dipegang orang yang yang tidak baik semisal digunkan untuk membuat bom pemusnah masal. Jadi dianggaplah sains dan teknologi tinggal siapa yang mengendalikan.
Pada akhir tahun 1960-an consensus para ilmuwan mengakui bahwa alam tercipta sekitar 15 milyar tahun yang lalu; tetapi kelanggenganya diusahakan beberapa pakar dengan berbagai cara untuk diakui secara consensus. Ada beberapa pakar kosmologi yang mencoba memutar kembali perkembangan sains menuju arah pengingkaran penciptaan alam semesta oleh Tuhan seru sekalian alam. Dengan mengatakan bahwa keberdaan alam adalah karena kebetulan saja. Unsure "kebetulan" inilah yang dipergunakan juga oleh para pakar biologi untuk mengingkari penciptaan makhluk hidup oleh Tuhan sang pencipta. Mereka menguraikan mulai terbentuknya DNA dari molekul-molekul, sampai pembentukan gen-gen dan kromosom, serta evolusinya menjadi berbagai bentuk semuanya dianggap kebetulan tanpa ada Tuhan dibalik semua itu, menyebut nama Allah menjadi tabu dalam teori ini, lalu netralkah ilmu biologi?
Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa biologi, fisika, kimia dan sains pada umumnya tidak dapat dikatakan netral, melainkan mengandung nilai yang menyusup melalui konsensus para pakar yang mengembangkannya. Ia sarat dengan nilai-nilai kebudayaan mereka, dan karena sains telah sejak lama jatuh ke tangan orang Eropa yang mempunyai kebudayaan lain, perkembangan sains dan teknologi selama lima abad berada dalam lingkungan tidak Islami. Orang-orang itu membatasi sains dengan mengatakan bahwa apa yang tidak dapat di inderakan atau dideteksi keberadaanya dengan alat tidaklah ada.(Baiquni, 1996:63)
Pengembangan iptek yang sejalan dengan nilai-nilai Islam akan mendidik manusia yang meiliki otak brilian secara akal atau logika namun tetap memiliki hati yang bersih sadar akan kebesaran Allah dibalik semua itu sehingga para saintis meMahami tujuan pencipataan mahluk dan alam ini dengan tidak merusak atau mengeksploitisir secara berlebihan karena ini bertentangan dengan syari'at Islam. Memegang teguh etika dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, iman dan taqwa terintergasi dalam proses tafakkur (pemikiran), dan pengembangan iptek  sehingga hasil yang diperoleh sejalan dengan nilai-nilai agama. Manusia akan mengambil manfaat iptek yang telah dikemas dengan nilai-nilai yang bersumber dari ketuhanan dan juga kemanusiaan akan menciptakan insan yang memiliki kedalaman spiritual, ketinggian akhlaq, keluasan ilmu pengetahuan, dan profesional di bidangnya yang disebut dengan beramal ibadah yang efektif, perpaduan fikir dan dzikir (insan ulul albab). Di sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi yang disebarluaskan dan dimanfaatkan oleh semua manusia telah terfilter dengan baik melalui rambu-rambu agama yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa, sehingga iman dan taqwa yang berintegrasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mendatangkan manfaat besar dalam kehidupan umat, mengantarkan sebuah kemajuan bangsa menuju ”baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” (negeri yang baik senantiasa mendapatkan ampunan dari Tuhan).





















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karangan W.J.S Poerwadarminta, modern merupakan suatu keadaan baru, yang terbaru, atau sesuatu yang mutakhir. Begitupun manusia yang dianggap telah memasuki era modern dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya. Sehingga beberapa ahli seperti Alex Inkeles, dan sosiolog Indonesia Soerjono Soekanto pun memeberikan beberapa definisi manusia modern sesuai pemahaman masing-masing. Selain ciri-ciri manusia modern pun, terdapat ciri-ciri masyarakat modern, yang seperti kita ketahui bahwa manusia tak lepas dari istilah masyarakat. Kemodernan suatu individu atau suatu kaum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya perkembangan teknologi, tingkat pendidikan dan pengetahuan, kemampuan manusia/masyarakat dan juga pergeseran minat.
            Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia pun tentunya tak akan lepas dari kemodernan ini, namun keadaan modern yang dialami oleh Indonesia pun seharusnya menyesuaikan dan tak lepas dari kondisi sumber daya manusia Indonesia sendiri saat ini. Menurut pandangan kami, sebenarnya Indonesia memiliki potensi-ptensi sumber daya manusia yang sangat baik dan sangat mampu untuk bersaing baik dalam lingkup regional maupun internasional. Hanya saja pengelolaan dan pembinaan guna meningkatkan mutu dari sumber daya manusia nya itu sendiri yang masih kurang malah dapat dikatakan sangat minim. Jika keadaanya seperti ini, memang tidak dapat menyalahkan siapapun, jika Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya hanya dapat menjadi negara berkembang.
            Berkaitan dengan kondisi sumber daya manusia Indonesia, lalu langkah apa yang dapat kita tempuh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia? jawabanya adalah mengadakan pembinaan berbasis keseimbangan iptek dan juga imtaq guna menciptakan pribadi-pribadi yang utuh, tangguh, dinamis, dan juga inovatif guna menghadapi tantangan-tantangan di masa ini dan masa yang akan datang.
3.2 Saran
            Saran yang dapat kelompok kami berikan, sekaligus menjadi penutup dari makalah yang kami susun ini diantaranya adalah dalam menghadapi era modern ini, pembinaan terhadap sumber daya manusia agar menjadi pribadi yang utuh dapat dilakukan dengan cara pendidikan karakter yang berbasis imtaq dan iptek.

DAFTAR PUSTAKA

_________. 2013. Kondisi Riil Sumber Daya Manusia Indonesia. http://www.sinarharapan .co.id/berita/0306/13/opi01.html [15 Februari 2013] [online].
__________. 2012. Ciri-ciri Masyarakat Modern. http://www.masbied.com/2012/09/17/ciri-ciri-masyarakat-modern/    [16 Februari 2013]. [online]
Nugraha, Adi. 2010. Ciri-ciri manusia modern.  Kacibi.blogspot.com/2010/11/ciri-ciri-manusia-modern.html?m=1 [16 Februari 2013] [online].
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Roibin. 2012. Pengintegrasian Imtaq dalam Iptek.  http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blog-fakultas/entry/pokok-bahasan-v-pengintegrasian-imtaq-dalam-iptek [ 16 Februari 2013] [online].